Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Permentan 10/2022 Atur Pupuk Subsidi untuk 9 Komoditas, Dosen Unsri: Saatnya Pupuk Organik Jadi Prioritas

KOMPAS.com – Kementerian Pertanian (Kementan) baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.

Permentan tersebut pun menjadi sorotan publik, karena membatasi pupuk subsidi hanya untuk sembilan komoditas utama, yakni padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu, kopi dan kakao.

Selain itu, jenis pupuk subsidi hanya difokuskan menjadi dua jenis pupuk, yakni Nitrogen (N) Fosfor (P) dan Kalium (K) dan dan Urea.

Menanggapi permentan tersebut, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri) Mirza Antoni mengatakan, selain kedua pupuk prioritas NPK dan Urea, sebaiknya pupuk organik menjadi prioritas.

Dia menilai, pupuk organik memberikan banyak manfaat untuk tanaman dan lingkungan.

Dia mengimbau, Indonesia tidak boleh berorientasi ke pupuk anorganik. Sebab, bahan pembuatan pupuk organik sudah pasti tersedia di dalam negeri sehingga tidak perlu untuk impor.

"Petani kita pemikirannya jika tidak urea tidak mupuk. Jadi ketergantungan pupuk kimia tinggi. Kalau secara lingkungan, apalagi green economy ke depan, harusnya pupuk organik digalakkan," jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (11/8/2022).

Mirza menambahkan, pupuk organik merupakan pupuk paling bagus karena pupuk anorganik cenderung bermasalah untuk lingkungan.

Menurutnya, petani di Indonesia harus menghilangkan ketergantungannya terhadap pupuk anorganik.

"Ada teman saya, penggerak petani di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Sumatera Selatan (Sumsel), yang mengedukasi kelompok petani termasuk petani padi untuk membuat pupuk organik. Jadi tidak tergantung pupuk anorganik,” katanya.

Dia menyebutkan, awalnya edukasi tersebut tidak banyak membuat petani tertarik. Namun, penyuluhan tentang pupuk organik tetap dilakukan sehingga bisa menjadi pengganti walau tidak sampai 100 persen.

Mirza melanjutkan, banyak opsi agar tidak mengurangi pupuk, seperti menambahkan pupuk organik dengan memberikan pengetahuan ke petani bahwa pupuk ini bagus untuk tanah dan pertanian berkelanjutan.

Dia juga mencontohkan, petani di Sumsel masih kurang menggunakan pupuk organik sehingga sosalisasi penggunaan pupuk jenis ini harus digalakkan pemerintah.

"Ada lahan di Indralaya Kabupaten Ogan Ilir Sumsel. Saya mengelola kebun sawit milik Unsri Indralaya. Saya tidak memakai pupuk anorganik, saya coba pakai pupuk organik,” katanya.

Dengan memperhatikan struktur tanahnya, hasil pemupukan tersebut membuat tanah jadi lebih baik. Sebab, banyak makhluk hidup, seperti cacing yang hidup dan membuat tanah menjadi baik dan gembur.

“Sedangkan jika pakai pupuk anorganik, tanah akan keras dan tidak ada makhluk hidup yang bertahan di lahan perkebunan," jelasnya.

Perhatikan biaya distribusi

Lebih lanjut, Mirza sepakat dengan prioritas pemerintah pada pupuk orea dan NPK, terlebih pemakaian berfokus pada tanaman komoditi. Namun, dia berharap, pemerintah memperhatikan biaya distribusi pupuk hingga samapai ke petani.

Selain itu, Mirza juga mengapresiasi mekanisme pengusulan alokasi pupuk bersubsidi yang dilakukan dengan menggunakan data spasial dan luas lahan dalam sistem informasi manajemen berbasis digital dan teknologi.

"Bagus itu karena tidak bisa ditipu. Bisa melihat data secara digital, foto dari satelit, bisa melihat lahan-lahan seberapa besar, tapi juga harus diverifikasi di lapangan. Jangan percaya 100 persen dengan data," jelasnya.

Dia juga mengingatkan pemerintah terkait waktu distribusi pupuk. Menurutnya, tidak boleh terjadi keterlambatan distribusi pupuk subsidi dari jadwal pemupukan petani.

"Jadi harus tepat harga dan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan petani. Para petani sendiri sudah membuat Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK), sudah disampaikan petani ke pengecer, tapi saat petani butuh pupuk, mungkin di distribusi jadi masalah," tuturnya.

Mirza juga menanggapi tentang prioritas subsidi pupuk yang diatur Permentan Nomor 10 Tahun 2022, yakni dari 70 komoditis menjadi 9 komoditas.

"Bagus, tapi pangan memang komoditas yang perlu diberi subsidi, seperti padi dan jagung karena berkontribusi terhadap inflasi,” ujarnya.

Namun, dia kurang setuju untuk pemberian prioritas pada kopi dan kakao.

“Sepertinya tidak banyak kontribusi. Kakao dan kopi tidak terlalu prioritas. Tidak pernah kopi itu menimbulkan inflasi yang besar," jelasnya.

Mirza menilai, Kementan harusnya memprioritaskan pupuk subsidi ke banyak sektor tanaman pangan, seperti sawit. Sebab, petani sawit sekarang, khususnya yang dikelola mandiri oleh rakyat, sedang mengalami kesulitan.

"Saya mendengar dari teman-teman petani sawit yang banyak dipunyai rakyat. Harusnya 9 komoditi itu yang memberikan inflasi, yang bisa naik dan mengganggu ekonomi makro. Padahal harusnya di Sumatera, sudah banyak sawit swadaya, tidak masuk ke kebijakan ini," paparnya.

https://money.kompas.com/read/2022/08/11/123910726/permentan-10-2022-atur-pupuk-subsidi-untuk-9-komoditas-dosen-unsri-saatnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke