Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Keragaman Hayati Indonesia Sangat Tinggi, Tapi Ketahananan Pangan Kurang Mumpuni

Berdasarkan data Badan Pangan Nasional 2022 menunjukan bahwa Indonesia berada di peringkat ketiga, dengan kekayaan 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber protein, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, serta 110 jenis rempah dan bumbu, serta 40 jenis bahan minuman. Keragaman sumber pangan ini merupakan yang tertinggi di dunia setelah Brazil.

Manajer Program Ekosistem Pertanian Yayasan KEHATI Renata Puji Sumedi Hanggarawati mengatakan, keragaman hayati tersebut harusnya dapat menjadi jawaban dari permasalahan kelaparan dan gizi buruk di Indonesia.

"Keberagaman merupakan jawaban sumber kebutuhan pangan lokal ke depan. Upaya untuk kembali ke sumber pangan lokal harus ditingkatkan. Keragaman sumber pangan nusantara merupakan jawaban terhadap permasalahan kelaparan, gizi buruk, termasuk perubahan iklim," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (16/10/2022).

Namun, Majalah The Economist merilis Global Food Security Index atau Indeks Ketahanan Global 2022 yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-63 dari 113 negara di dunia, jauh di belakang Singapura dan negara-negara regional Asia Tenggara lain, yang diukur berdasarkan empat indikator yakni keterjangkauan, ketersediaan, kualitas dan keamanan makanan, serta keberlanjutan dan adaptasi.

Secara umum, keterjangkauan harga pangan Indonesia dinilai cukup baik dengan skor 81,5 poin. Namun, beberapa indikator lain masih lemah.

Secara rinci, indikator ketersediaan pasokan Indonesia memiliki skor sebesar 50,9 poin. Skor indikator kualitas dan keamanan pangan Indonesia sebesar 56,2 poin. Lalu, indikator keberlanjutan dan adaptasi pangan sebesar 46,3 poin.

Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan tahun 2020, di Indonesia beras menjadi sumber pangan dengan rata-rata konsumsi rumah tangga sebesar 94,9 kg/kapita/tahun pada tahun 2019.

Diperlukan sekitar 2,5 juta ton beras per bulan untuk memenuhi kebutuhan jumlah penduduk Indonesia yang hampir 270 juta jiwa. Sayangnya, program cetak sawah masih belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang jumlahnya terus bertambah.

"Ini seperti realitas dari teori Malthus tentang Essay on Population bahwa populasi bertambah menurut deret ukur, sementara produksi makanan cenderung bertambah menurut deret hitung," ucapnya.


Merujuk realitas di atas, kata dia, Indonesia memerlukan transformasi sistem pangan nasional yang dimulai dari sisi permintaan. Masyarakat Indonesia perlu kebiasaan baru dalam pola konsumsi makanan pokok, bukan hanya nasi tapi juga ragam pangan lokal lainnya.

Terkait sumber karbohidrat, tidak hanya beras, Indonesia memiliki beragam biji-bijian sumber karbohidrat , seperti jewawut, sorgum, hingga jelai.

Selain itu, hampir di semua daerah memiliki umbi-umbian seperti ubi jalar dan talas. Papua, yang tahun 2018 lalu dilanda bencana gizi buruk, memiliki kekayaan umbi luar biasa. Sebanyak 224 kultivar ubi jalar ditemukan di Lembah Baliem dan Wissel, sedangkan di Anggi tercatat 60 kultivar.

Papua juga memiliki kekayaan talas. Hasil seleksi LIPI menemukan 20 kultivar talas yang dianggap potensial.

Sementara karbohidrat dari batang tanaman terdapat pada sagu yang di masa lalu sebenarnya tersebar dari Papua hingga Aceh. Sagu merupakan sumber pangan penting di masa lalu, jauh sebelum beras.

"Menilik sejarah dan menjalankan amanat undang-undang no 18 tahun 2012 tentang Pangan, pemerintah perlu menerapkan regionalisasi sistem pangan dan sumber keragaman sumber pangan lokal yang secara alami telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat dan secara budaya menjadi sumber pangan masyarakat dan kedaulatan sumber pangan daerahnya," tuturnya.

https://money.kompas.com/read/2022/10/16/200000026/keragaman-hayati-indonesia-sangat-tinggi-tapi-ketahananan-pangan-kurang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke