"Saya kira tidak ada seorang pun yang mampu meramalkan ekonomi lebih dari 3 bulan dari sekarang yang mungkin terjadi, karena every single day (setiap hari) itu terjadi perubahan-perubahan," ujarnya dalam acara BCA: Indonesia Knowledge Forum XI 2022, Selasa (18/10/2022).
Ia menjelaskan, peristiwa yang paling mempengaruhi ekonomi global saat ini adalah perang Rusia dan Ukraina. Masih memanasnya konflik kedua negara itu telah mempengaruhi harga energi dan pangan dunia yang terus terkerek.
Terlebih, baru-baru ini terjadi ledakan jembatan di Crimea, yang semakin memperburuk konflik Rusia dan Ukraina. Harga komoditas pun saat ini mengalami volatilitas yang sangat tinggi, baik pada minyak mentah, gas, batu bara, hingga timah.
"Harga komoditas yang tinggi ini akan menjadi masalah secara global. Nah itu juga yang menjadi kehati-hatian kita sekarang ini," kata Luhut.
Di sisi lain, kenaikan harga energi dan pangan telah menyebabkan lonjakan inflasi secara global. Bank-bank sentral berbagai negara pun berupaya mengendalikan inflasi dengan kebijakan kenaikan suku bunga acuan dan pengetatan likuiditas.
Seperti yang dilakukan bank sentral AS yang sudah menaikkan suku bunga sebanyak 300 basis poin di sepanjang 2022 dan menjadi dikisaran 3-3,25 persen. Menurut Luhut, suku bunga AS bahkan diperkirakan masih akan naik hingga 4,75 persen di akhir tahun.
"Dari apa yang kita dengar mereka akan menaikkan lagi, sehingga dollar AS itu sangat kuat, semua mata uang di dunia juga terkena imbas, dan kita juga salah satu negara yang kena, tapi kita masih kita bisa menahan di Rp 15.000-an," ucapnya.
Dia pun menilai, ekonomi Indonesia masih cukup terjaga seiring dengan laju inflasi sebesar 5,95 persen per September 2022. Realisasi inflasi itu lebih rendah dari perkiraan pemerintah bahwa akan mencapai di atas 6 persen, seiring adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Tapi kita bisa menahan dari sisi inflasi pangan, seperti cabai dan bawang, sehingga inflasi kita masih bisa pada 5,95 persen," tutup Luhut.
https://money.kompas.com/read/2022/10/18/200000826/ada-gejolak-global-luhut-akui-sulit-ramal-ekonomi-ke-depan