Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Vale Indonesia dan Komitmen Bangun Sektor Pertambangan

Kontribusi mereka untuk negara ini besar, mulai dari pajak, royalti, pembangunan masyarakat dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) dan tanggung jawab sosial lainnya.

Pemahaman tentang hal ini penting agar kita tidak jatuh dalam pandangan nasionalisme sempit tentang sektor pertambangan. Seolah-olah sumber daya alam (SDA), seperti nikel, tembaga, bauksit ataupun emas, akan lebih bermanfaat bagi rakyat jika dikelolah pengusaha domestik, perusahaan milik daerah atau BUMN (badan usaha milik negara).

Perusahaan domestik banyak juga yang nakal, tak tertib membayar pajak dan royalti, perhatian terhadap masyarakat dan lingkungan hidup sangat lemah. Mereka kerap tak mengindahkan kaidah-kaidah best mining practice, sehingga merusak hutan dan kehidupan warga di sekitar lingkar tambang.

Yang saya cermati, banyak perusahaan-perusahaan tambang asing memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan negara. Mereka tertib membayar pajak dan royalti. Itu bisa dibuktikan dari tak adanya kasus penunggak pajak dari beberapa perusahaan asing di sektor tambang yang besar.

Investasi perusahaan-perusahaan asing untuk membangunan perekonomian negeri ini terhitung besar. PT Freeport Indonesia yang mengolah tembaga dan emas di pertambangan underground, Grasberg misalnya harus mengeluarkan dana senilai 20 miliar dollar AS atau setara Rp 311,8 triliun untuk menambang di pertambangan bawah tanah.

Begitu pun untuk pembangunan smelter tembaga di Gresik dengan kapasitas di atas 2 juta ton membutuhkan dana sebesar Rp 30 triliun.

PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang akan saya ulas dalam tulisan ini, memiliki kontribusi besar untuk pembangunan negeri ini. Investasi yang sangat besar membuat denyut nadi ekonomi daerah dan nasional bergerak.

Freeport misalnya, turut menyumbang 91 persen untuk PDRB kabupaten Mimika, Papua dan 34 persen untuk PDRB provinsi Papua. Ini mau menunjukan betapa besar kontribusi perusahaan tambang asing terhadap pembangunan negeri ini.

Fakta-fakta itu harus diangkat ke permukaan agar kita bisa melihat dengan adil eksistensi perusahaan-perusahaan tambang asing. Eksistensi mereka bukan hanya mengeksplorasi SDA daerah, tetapi juga memiliki manfaat besar bagi pembangunan daerah dan negara.

Jika kita sudah memahami bagaimana perusahaan tambang asing beroperasi, bagaimana mereka membayar pajak ke negara dan bagaimana komitmen mereka terhadap masyarakat lingkar tambang dan lingkungan hidup, kita mestinya tak tergoda untuk mendesak pemerintah wajib menasionalisasi ataupun mengambil-alih 100 persen konsensi tambang yang dikendalikan perusahaan asing.

Hal itu sudah di atur dalam UU Nomor 3 Tahun 2020, tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Dalam UU Minerba, kepemilikan asing dalam pertambangan nasional hanya 49 persen saja, sementara 51 persen harus dikendalikan nasional baik BUMN, BUMD maupun perusahaan swasta nasional.

Dengan demikian, desakan menasionalisasi tambang yang dimiliki INCO di Sorowako (Sulawesi Selatan), Morowali (Sulawesi Tengah) dan Pomala (Sulawesi Tenggara) sebagaimana yang dituntut para gubernur di tiga provinsi itu tak perlu dipenuhi pemerintah pusat. Pertanyaannya adalah mengapa tak perlu dipenuhi?

Komitmen Vale

Vale Indonesia merupakan perusahaan tambang nikel yang dimiliki asing dan beroperasi di Sulawesi sejak tahun 1967, atau pada zaman pemerintahan Orde Baru. Konsensi Vale menyebar di Sorowako (Sulawesi Selatan) seluas 70.566 hektar, Bahodopi Morowali (Sulawesi Tengah) sebesar 22.699 hektar dan Pomala seluas 24.752 hektar.

Secara keseluruhan luas konsensi Vale mencapai 118.000 hektar. Sejak tahun 1970-an, perusahaan ini sudah mulai membangun pabrik smelter feronikel dengan kapasitas sebesar 67.000 matrik ton sampai 72.000 metrik ton per tahun.

Kapasitas pabrik smelter Vale itu jauh lebih besar daripada pabrik smelter feronikel perusahaan milik negara, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di Pomala sebesar 27.000 metrik ton yang sudah dibangun tahun 1973.

Dua perusahaan itu menjadi perintis bagi pengembangan pabrik smelter di negeri ini, pada saat perusahaan domestik lainnya ramai-ramai menjual nikel mentah dengan harga murah.

Tentu bukan soal besarnya kapasitas smelter dua perusahaan itu. Poin paling penting yang perlu dipahami adalah, baik Vale maupun ANTM ternyata sudah lama memiliki visi pembangunan industri tambang dengan membangun pabrik smelter agar tidak menjual bijih nikel dalam bentuk mentah dalam harga murah.

Dalam perhitungan Kementerian Koordinator Kemaritimatan dan Investasi, harga nikel olahan hampir 17 kali lipat dari mengekspor nikel mentah ke luar dan membuat negara merugi. Bukan hanya soal penerimaan saja yang merugi, tetapi efek kerusakan alam, lingkungan hidup, dan hutan yang ditinggalkan akibat paradigma penambangan ekstraktif jauh lebih hebat.

Akibatnya, meskipun Indonesia adalah negara penghasil nikel terbesar dunia, tetapi kita tak bisa menentukan harga nikel di pasar.

Sepanjang tahun 2013-2014, kita menyaksikan, berton-ton bijih mentah diangkut tanpa pengawasan ke belasan kapal berbendera asing yang bertaburan tidak jauh dari “pelabuhan”.

Itu terjadi di berbagai titik di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Banyak fakta menyebut, kalau pengiriman “tanah” tersebut dilakukan siang-malam tanpa henti, dan sama sekali tidak memperhatikan good mining practices.

Atas dasar itu, sangatlah penting bagi pemerintah menerapkan kebijakan hilirisasi tambang agar memberikan nilai tambah bagi pembangunan nasional dan daerah.

Vale ternyata bukan hanya cukup diri dengan membangunan smelter feronikel di Sorowako dengan kapasitas 72.000 metrik ton per tahun. Di Sorowako (Sulawesi Selatan) sendiri, Vale akan menambah kapasitas smelter dengan High Pressure Acid Leach (HPAL) sebesar 60.000 metrik ton.

Sementara di Pomala, Pabrik HPAL direncankan berkapasitas 120.000 metrik ton per tahun. Di Morowali juga, Vale akan membangun pabrik smelter untuk pengembangan batrerai untuk mobil listrik dengan kapasitas 73.000 metrik ton per tahun.

Dari tiga smelter itu saja, Vale harus mengeluarkan dana investasi hampir 6 miliar dollar (Rp 93,5 triliun). Dana investasi sebesar ini tentu tak bisa dijangkau oleh pengusaha-pengusaha domestik.

Perlu kita ketahui, sangat jarang pengusaha domestik, selain BUMN tambang, seperti ANTM yang berani mengeluarkan dana investasi besar untuk pembangunan smelter dalam rangka mendorong kebijakan hilirisasi.

Hampir sebagian besar pengusaha domestik yang kelas menengah, menjual biji nikel dalam bentuk mentah ke pabrik-pabrik milik perusahaan Tiongkok yang tersebar di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara sampai Maluku.

Fakta ini sangat penting diketahui agar publik di Tanah Air tidak ikut arus kemauan para politisi dan elite lokal yang berambisi mengambil-alih tambang Vale 100 persen. Dengan dana investasi di atas 5 miliar dolar saja, sudah sangat cukup bagi kita membuktikan bahwa Vale memiliki komitmen tinggi mendukung kebijakan hilirisasi pemerintah.

Selain itu, Vale sudah menjadi pioner bagi industri tambang nikel agar jangan menjual biji nikel lagi dengan harga murah karena merugikan negara dan merusak lingkungan hidup dan hutan.

Yang menarik dari pembangunan pabrik smelter baru milik Vale adalah bagaimana perusahaan itu berkomitmen penuh pada energi bersih sebagaimana yang sekarang menjadi wacana dominan di level global dan nasional. Untuk pengembangan tiga smelter itu, Vale tidak menggunakan batu bara yang syarat karbon untuk kebutuhan listrik.

Vale menggunakan energi baru terbarukan, seperti PLTA berkapasitas 300 MW untuk pengembangan smelter Sorowako.

Selain itu, untuk pengembangan proyek pengembangan Blok Bahodopi milik Vale yang akan menjadi pabrik Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan intensitas karbon terendah kedua setelah proyek Sorowako, karena akan menggunakan Liquefied Natural Gas (LNG), bukan batu bara sebagai sumber energi.

Pembangunan proyek smelter Pomala sebesar 120.000 metrik ton juga tanpa menggunakan batu bara, tetapi energi transisis. Proyek Pomala itu sangatlah penting karena akan menjadi bahan baku baterai untuk kendaraan listrik.

Ini adalah bukti bahwa perusahaan itu mengupayakan praktik pertambangan berkelanjutan dan selalu memenuhi keinginan pemerintah agar tambang bermanfaat bagi rakyat.

Untuk itu, publik di Tanah Air, mestinya juga mengkritisi kondisi industri pertambangan di Tanah Air.

Basis penilaian kita apakah sebuah tambang asing, seperti Vale,  perlu diperpanjang atau tidak kontraknya, perlu dicermati dari sisi kinerja, kewajiban memenuhi kontrak, kewajiban terhadap lingkungan hidup dan masyarakat. Yang paling penting adalah sebuah perusahaan tambang asing memiliki komitmen kuat mengembangkan industri tambang di Tanah Air.

https://money.kompas.com/read/2022/10/31/115556526/vale-indonesia-dan-komitmen-bangun-sektor-pertambangan

Terkini Lainnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke