Seperti diketahui, secara teknis sebuah negara akan masuk resesi jika pertumbuhan ekonominya terkontraksi selama dua kuartal berturut-turut.
Mengutip CNN, Jumat (10/2/2023), Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS) melaporkan, dengan kinerja perekonomian di tiga bulan terakhir, maka secara keseluruhan tahun 2022 ekonomi Inggris tumbuh sebesar 4,1 persen, melambat dari 2021 yang tumbuh 7,4 persen.
Meski tak masuk jurang resesi, namun jika melihat secara bulanan, ekonomi Inggris di Desember 2022 turun 0,5 persen, melemah dibandingkan November 2022 yang tumbuh 0,1 persen. Ekonom menilai itu kinerja ekonomi yang buruk.
"Tidak ada resesi secara definisi ilmiah, tetapi tetap saja itu kinerja yang membawa malapetaka. Inggris masih menjadi 'satu-satunya' negara G7 yang PDB-nya belum melampaui puncak sebelum Covid," ungkap Kepala Ekonom Pantheon Macroeconomics Samuel Tombs dalam tweet-nya.
Senada, Kepala Riset Kadin Inggris David Bharier menilai penurunan ekonomi 0,5 persen di Desember 2022 dan penurunan sektor industri sebesar 0,2 persen di sepanjang kuartal IV-2022, merupakan kondisi yang mengkhawatirkan.
"Bisnis kecil telah mengalami guncangan ekonomi selama tiga tahun, termasuk dampak dari penguncian, krisis rantai pasokan global, Brexit, dan melonjaknya harga energi,” ucap dia.
Secara rinci, ONS juga melaporkan, sektor jasa stagnan di kuartal IV-2022, tetapi turun 0,8 persen pada Desember 2022. Sementara sektor kontruksi tumbuh 0,3 persen sepanjang kuartal IV-2022, meski di Desember 2022 sektor ini tidak mengalami pertumbuhan alias nol persen.
https://money.kompas.com/read/2023/02/10/211555626/ekonomi-flat-di-kuartal-iv-2022-inggris-terhindar-dari-resesi