Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Monas: Proyek Mercusuar Soekarno saat Ekonomi Sulit

KOMPAS.com - Siapa tak kenal dengan Monas atau Monumen Nasional. Tugu ini dibangun guna mengenang sejarah perjuangan Indonesia hingga akhirnya bisa merdeka dari Kolonial Belanda.

Monas sendiri merupakan proyek mercusuar kebanggaan Presiden Soekarno. Monas dibangun saat Indonesia masih dalam kondisi ekonomi yang sulit lantaran baru seumur jagung jadi negara berdaulat.

Di periode 1958-1965 atau periode Indonesia Terpimpin, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang parah, ketidakstabilan politik membawa negara ini pada masa-masa perekonomian yang sulit.

Harga-harga barang kala itu melambung sangat tinggi akibat inflasi gila-gilaan. Dana pinjaman Uni Soviet maupun pampasan perang dari Jepang juga lebih banyak digunakan untuk proyek-proyek mercusuar kala itu. 

Hingga mencapai puncaknya di tahun 1965, faktor krisis ini pula yang membuat Soekarno lengser digantikan Soeharto.

Gagasan Monas sudah ada sejak 1954. Namun pembangunannya baru bisa dicanangkan pada tahun 1961, sementara penyelesaiannya dilakukan di tengah situasi peralihan politik menuju Orde Baru.

Arsiteknya adalah Frederich Silaban yang juga merancang desain pembangunan Masjid Istiqlal. Frederich juga dibantu arsitek lain yaitu Soedarsono dan Rooseno.

Pembangunan Monas bahkan sempat terbengkalai pada 1966-1972 akibat ketidakstabilan politik dan ekonomi. Pembangunan kemudian dilanjutkan di era Presiden Soeharto hingga selesai dan resmi dibuka pada tahun 1975.

Soekarno sendiri belakangan meninggal dunia pada Juni tahun 1970 selama masa pengasingan di Wisma Yaso. Ini berarti, sang pencetus Monas tak bisa melihat Tugu Monas selesai dibangun hingga akhir hayatnya.

Sejarah Monas

Monas dibangun di atas lahan yang berada di jantung Kota Jakarta. Kawasan yang dulunya bernama Lapangan Ikada itu juga sempat jadi pemukiman liar dan gelandangan.

Diberitakan Harian Kompas, 17 April 2019, pembangunan Monas saat ini dianggap jadi cerminan semangat gotong royong warga dari beragam suku, ras, dan agama.

Selama pembangunannya, biaya diperoleh dari iuran masyarakat Nusantara, selain juga anggaran pemerintah.

Salah satunya, sumbangan wajib pengusaha bioskop dari seluruh pelosok Tanah Air. Sepanjang November 1961-Januari 1962 tercatat 15 bioskop menyumbang Rp 49.193.200,01.

Bioskop Parepare, Sulawesi Selatan, misalnya, menyumbang Rp 7.700,60; bioskop Watampone, Sulawesi Selatan, Rp 1.364,20; dan bioskop Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rp 884.528,85.

Emas di puncak Monas merupakan sumbangan pengusaha Aceh, Teuku Markam. Pada 1972, total biaya pembangunan Tugu Monas Rp 358.328.107,57.

Kubah anggun Masjid Istiqlal berdampingan dengan menara Katedral Jakarta menjadi latar belakang bagian barat Monas.

Latar itu seakan membingkai semangat persatuan dalam Bhinneka Tunggal Ika, tepat di ruang pusat kekuasaan.

Dalam sejumlah sumber disebutkan Monas diresmikan pada 12 Juli 1975. Namun, dari penelusuran pemberitaan dan dokumen, tak ada acara peresmian Monas.

Meski belum diresmikan, kawasan Monas dibuka untuk umum melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin Nomor Cb.11/1/57/72 tanggal 18 Maret 1972.

Saat itu, Ali Sadikin hanya membolehkan rombongan/organisasi atau murid sekolah/mahasiswa ke ruang tenang dan ruang museum. Setiap pengunjung dikenai Rp 100.

Baru tahun 1973, Gubernur Ali Sadikin membolehkan pengunjung naik sampai pelataran puncak Monas.

Pada 10 Juni 1974, Ali Sadikin meresmikan taman di bagian barat Monas. Taman ini dihiasi air mancur menari. Taman itu disebut Taman Ria.

Sejumlah tamu negara pernah mengunjungi Monas, salah satunya Ratu Elizabeth II dan suaminya, Pangeran Philip, pada 19 Maret 1974.

Monas akhirnya dibuka untuk umum setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 12 Juli 1975 ketika pembangunannya berakhir. Total dana yang dikeluarkan untuk membangun Monas sejak 1961 hingga 1965 adalah sebesar Rp 58 miliar rupiah.

https://money.kompas.com/read/2023/03/05/104258126/sejarah-monas-proyek-mercusuar-soekarno-saat-ekonomi-sulit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke