Diundangkan dan mulai berlaku pada Selasa (14/3/2023), PMK Nomor 22 Tahun 2023 mengatur tentang pengumpulan atau pemusatan pabrik hasil tembakau, yang sekaligus mengganti PMK Nomor 21/PMK.04/2020 tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau.
"Untuk lebih meningkatkan daya saing, pembinaan, pelayanan, dan pengawasan, serta memberikan kemudahan berusaha bagi pengusaha pabrik hasil tembakau pada skala industri kecil dan industri menengah dan usaha mikro, kecil, dan menengah," ujar salah satu pertimbangan dalam PMK Nomor 22 Tahun 2023.
Berdasarkan Pasal 2 PMK Nomor 22 Tahun 2023, pengusaha pabrik hasil tembakau yang masuk dalam aglomerasi akan mendapatkan kemudahan berupa:
Pabrik hasil tembakau yang masuk kriteria industri kecil dan industri menengah atau usaha mikro, kecil, dan menengah dapat masuk aglomerasi bila berlokasi di:
yang kesemuanya merupakan tempat dengan peruntukan utamanya adalah bagi industri hasil tembakau.
Di tempat aglomerasi pabrik hasil tembakau dilakukan kegiatan:
Penyelenggaraan aglomerasi pabrik dilakukan oleh penyelenggara yang adalah pengusaha pabrik hasil tembakau dan atau pengusaha lainnya yang memenuhi semua kewajiban sebagai pengusaha pabrik hasil tembakau.
Keberadaan istilah "pengusaha lainnya" dalam klausul penyelenggara aglomerasi di atas karena PMK Nomor 22 Tahun 2023 membolehkan keberadaan usaha selain pabrik hasil tembakau juga berada di dalam aglomerasi.
Pengusaha pabrik hasil tembakau juga dibolehkan bersamaan melakukan kegiatan usaha selain hasil tembakau di kawasan aglomerasi pabrik hasil tembakau.
Rincian kemudahan
Kemudahan perizinan di bidang cukai bagi pengusaha hasil tembakau yang bergabung dalam aglomerasi diberikan berupa pengecualian dari ketentuan memiliki luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha, yang digunakan sebagai pabrik hasil tembakau.
Ini terkait dengan pemenuhan ketentuan terkait nomor pokok pengusaha barang kena cukai (NPPBKC). Setiap pengusaha yang melakukan kegiatan di dalam aglomerasi pabrik hasil tembakau diwajibkan punya NPPBKC.
Adapun kemudahan produksi barang kena cukai diberikan berupa dibolehkannya kerja sama di antara pengusaha pabrik hasil tembakau dalam satu lokasi aglomerasi untuk menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau. Kerja sama ini harus berdasarkan perjanjian kerja sama.
Meski demikian, pengusaha pabrik hasil tembakau dilarang melakukan kerja sama pengemasan barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran dan pelekatan pita cukai. Kedua kegiatan tersebut merupakan bagian dari kerja penyelenggara aglomerasi.
Pengusaha pabrik hasil tembakau di dalam aglomerasi juga dilarang bekerja sama menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau dengan pengusaha di luar aglomerasinya. Ini seturut pula dengan larangan bagi mereka melakukan kegiatan sebagai pengusaha pabrik hasil tembakau di luar lokasi aglomerasinya.
Sementara itu, kemudahan pembayaran cukai bagi aglomerasi pabrik hasil tembakau diberikan berupa penundaan pembayaran cukai selama 90 hari terhitung sejak tanggal pemesanan pita cukai.
Syarat dan tata cara
Tempat penyelenggaraan aglomerasi pabrik hasil tembakau setidaknya harus memenuhi persyaratan:
Adapun pengusaha yang hendak menjadi penyelenggara aglomerasi pabrik hasil tembakau harus menyampaikan permohonan dan memaparkan proses bisnis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, untuk mendapatkan penetapan sebagai penyelenggara aglomerasi.
Pengajuan permohonan menjadi penyelenggara aglomerasi pabrik hasil tembakau harus menyertakan tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi. Pengusaha juga harus membawa dokumen perizinan berusaha atau penetapan dari pemerintah daerah.
Naskah PMK Nomor 22 Tahun 2023
Berikut ini naskah lengkap PMK Nomor 22 Tahun 2023 yang bersumber dari laman JDIH Kementerian Keuangan, yang dapat diakses dan atau diunduh di sini:
Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
https://money.kompas.com/read/2023/03/21/074844926/pmk-nomor-22-tahun-2023-aturan-baru-aglomerasi-pabrik-hasil-tembakau