Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Profil Meranti, Kabupaten Kaya Minyak tapi Paling Miskin di Sumatera

KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap puluhan orang dalam operasi tangkap tangan di Kabupaten Kepulauan Meranti, termasuk di antaranya sang bupati, Muhammad Adil, pada Kamis (6/4/2023) malam.

KPK mengungkapkan, puluhan orang tersebut antara lain terdiri dari pejabat pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dan pihak swasta. Mereka juga akan dibawa ke Jakarta untuk diperiksa lebih lanjut.

Kabar penangkapan Adil mencuat setelah tersebarnya sejumlah foto dan video yang memperlihatkan beberapa ruangan di Pemkab Meranti yang telah disegel.

Kantor Bupati Kepulauan Meranti digeledah KPK pada Kamis malam sekira pukul 21.00 WIB. Penggeledahan tersebut dilakukan hingga tengah malam.

Para penyidik kemudian menyegel sejumlah ruangan yang ada di kantor Bupati Kepulauan Meranti. Saat kabar penggeledahan beredar, Adil diketahui sudah dibawa ke Pekanbaru. Ia lalu dibawa menggunakan speedboat dari pelabuhan Nur Sahadah, Selatpanjang.

Meranti paling miskin di Indonesia Barat

Mengutip laman resmi Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat (7/4/2023), Kabupaten Meranti termasuk dalam deretan 50 daerah paling miskin di Indonesia tingkat kabupaten/kota.

Kepulauan Meranti ada di peringkat ke-44 kabupaten/kota dengan persentase paling banyak penduduk miskinnya.

Yang mana, 50 besar persentase paling miskin didominasi kabupaten/kota dari Papua dan NTT. Padahal, wilayah Meranti adalah salah satu penghasil minyak dan gas besar di Indonesia.

Bahkan di kawasan Indonesia Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti adalah yang paling melarat apabila merujuk pada persentase penduduk miskinnya.

Dengan demikian, Meranti juga merupakan kabupaten paling miskin di Pulau Sumatera. Angka persentase kemiskinan Kepulauan Meranti adalah sebesar 25,68 persen pada tahun 2021.

Persentase kemiskinan Kepulauan Meranti turun tipis menjadi 23,84 persen pada tahun 2022. Sederhananya, dari 100 orang penduduk di kabupaten ini, sebanyak 23 orang di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan.

Sebagai perbandingan saja, di kawasan Indonesia Barat, angka persentase jumlah orang miskin Kepulauan Meranti berada di bawah Kabupaten Nias Utara yang pada tahun 2022 persentasenya 23,40 persen.

Sebagai informasi saja, garis kemiskinan dibuat oleh pemerintah melalui BPS dengan menghitung jumlah pengeluaran rumah tangganya.

Pada September 2022, BPS mencatat garis kemiskinan di Indonesia di angka Rp 535.547 per kapita per bulan. Sehingga pengeluaran masyarakat yang kurang dari Rp 17.851 per hari masuk kategori miskin atau di bawah garis kemiskinan.

Artinya penduduk dengan penghasilan di bawah Rp 535.547 per kapita masuk kategori tidak mampu. Komposisinya adalah garis kemiskinan makanan sebesar Rp 397.125 (74,15 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 138.442 (25,85 persen).

Yang jadi ironi, Kepulauan Meranti sejatinya adalah daerah penghasil minyak besar di Indonesia. Bahkan termasuk penghasil migas utama di Riau.

Lifting minyak Meranti saat itu mencapai 7.500 barel per hari, dari sebelumnya hanya di kisaran 3.000-4.000 barel per hari.

Ribut dengan Kemenkeu

Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil pernah meradang kepada orang-orang di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Tak hanya itu, dia juga sempat berencana menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi)

Kekesalannya ia sampaikan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Lucky Alfirman saat rapat koordinasi Pengelolaan Pendapatan Belanja Daerah se-Indonesia di Pekanbaru pada 9 Oktober 2022 silam.

Pertemuan Kemenkeu dengan para kepala daerah itu juga ditayangkan dalam akun YouTube Diskominfotik Provinsi Riau

Kala itu, Adil mencak-mencak dengan bertanya soal dana bagi hasil (DBH) minyak dan gas (Migas) di Kepulauan Meranti kepada Kemendagri dan Kemenkeu.

Awalnya, Muhammad Adil mengeluhkan kalau Meranti merupakan salah satu daerah termiskin di Indonesia dengan jumlah penduduk miskin mencapai 25,68 persen.

Padahal wilayah ini merupakan penghasil minyak mentah yang beberapa waktu belakangan harganya melambung.

Namun dia menyebut, dana bagi hasil yang didapatkan wilayahnya tak sebanding dengan produksi dan kenaikan harga minyak.

Adil menyebut, lifting minyak Meranti saat itu mencapai 7.500 barel per hari, dari sebelumnya hanya di kisaran 3.000-4.000 barel per hari.

Sementara asumsi harga minyak dalam anggaran negara naik menjadi 100 dollar AS per barel dari sebelumnya 60 dollar AS per barel. Tapi dana bagi hasil yang diterimanya untuk tahun ini sebesar Rp 115 miliar, hanya naik sekitar Rp 700 juta dari sebelumnya.

"Meranti itu daerah termiskin se-Indonesia, penghasil minyak, termiskin, ekstrem lagi. Pertanyaan saya, bagaimana kami tidak miskin, uang kami tidak dikasihkan," ungkap Adil.

Melihat kondisi yang menurutnya kontras itu, Adil sempat bersurat ke Menteri Keuangan Sri Mulyani agar dana bagi hasil bisa bertambah karena kenaikan harga minyak.

Namun respon yang diterimanya dinilai kurang baik, ia pun mengaku cukup emosi karena suratnya yang dikirimkan sebanyak 3 kali hanya dijawab dengan rapat online.

"Saya sudah berulang kali sampai tiga kali menyurati Bu Menteri (Keuangan) untuk audiensi, tapi alasannya Kementerian Keuangan mintanya online, online, online. Kalau dituntut untuk pendapatannya bertambah, untuk kami sudah bertambah cukup besar," kata dia.

Dari situlah awal mula kekesalannya terhadap instansi bendahara negara itu. Ia menilai, Kemenkeu tidak terbuka dalam perhitungan bagi hasil.

"Saya di 2022 dapat dana bagi hasil Rp 114 miliar. Waktu itu hitungannya 60 dollar AS per barel di perencanaan pembahasan APBD 2022. Di 2023, pembahasan APBD kami dapat mengikuti nota pidato Pak Presiden Agustus lalu, 1 barel 100 dollar AS," ujar Adil.

"Kemarin waktu lewat zoom dengan Kementerian Keuangan, (mereka) tidak bisa menyampaikan dengan terang. (Setelah) didesak-desak baru lah menyampaikan dengan terang bahwa 100 dollar AS per barel," bebernya.

Tak mendapat jawaban memuaskan, Adil juga mengadukan persoalan dana bagi hasil ini ke Kementerian Dalam Negeri.

"Kami ngadu ke Kementerian Dalam Negeri kok bisa offline. Terima kasih Pak Menteri Dalam Negeri (Tito Karnavian) karena menerima kami, tapi untuk di (Kementerian) Keuangan susahnya nggak ketulungan.

Ia mengaku tak putus asa memperjuangkan kenaikan dana bagi hasil. Di Bandung, ia lagi-lagi menanyakannya kepada pihak Kementerian Keuangan.

"Sampai ke Bandung saya kejar orang Kementerian Keuangan juga tidak dihadiri oleh yang kompeten, yang hadir waktu itu entah staf, tidak tahu lah. Sampai waktu itu saya ngomong 'ini orang keuangan isinya iblis atau setan'," kata dia.

"Hari ini saya kejar bapak, saya mau tahu kejelasannya. Pertama apakah penyusunan APBD 2023 pakai asumsi 60 dollar AS, atau 80 dollar AS yang bapak sampaikan, atau 100 dollar AS seperti di pidato Pak Jokowi yang benar. Ini ada tiga saya cermati tadi," ucap Adil.

Dengan data yang disampaikan Kementerian Keuangan dinilai membingungkan, Adil pun menyebut lebih baik pemerintah pusat berhenti menyedot minyak di Meranti.

"Jadi kalau seandainya kami naik, tapi penghasilan yang besar dianggap penurunan, saya mengharapkan nanti Bapak keluarkan surat untuk penghentian pengeboran minyak di Meranti," kata Adil.

"Jangan diambil lagi minyak di Meranti itu. Tidak apa-apa, kami juga masih bisa makan daripada uang kami dihisap sama pusat," tambahnya.

https://money.kompas.com/read/2023/04/07/102753126/profil-meranti-kabupaten-kaya-minyak-tapi-paling-miskin-di-sumatera

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke