Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berbagai Kasus "Fraud" Membahayakan Ekonomi Indonesia

Berbagai kasus fraud atau penipuan terjadi di Tanah Air sepanjang tahun 2021-2022. Kini sektor fiskal kita diterpa skandal. Indikasi fraud yang terjadi dalam tubuh institusi pajak benar-benar menguras emosi publik sepanjang Maret 2023.

Kerugian yang ditimbulkan fraud di sektor jasa keuangan sejak tahun 2018-2022 mencapai Rp 123,51 triliun (sumber: Satgas Investasi Bodong-OJK). Sepanjang tahun 2022 ada 97 kasus investasi bodong/illegal, 619 kasus pinjol (pinjaman online) illegal, dan 62 kasus gadai ilegal.

Berdasarkan rilis Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) bertajuk Asia-Pacific Occupational Fraud 2022: A Report to the Nations, Indonesia berada di peringkat ke-4 sebagai negara dengan jumlah fraud di tahun 2022, tercatat sebanyak 23 kasus. Fraud terbesar di Indonesia adalah korupsi (64 persen), penyalahgunaan aktiva/kekayaan negara & perusahaan (28,9 persen), dan fraud laporan keuangan (6,7 persen).

Fraud dengan skala besar terjadi di PT Asabri dengan kerugian negara menurut BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebesar Rp 22,78 triliun, PT Jiwasraya Rp 16,81 triliun, dan terbaru fraud di PT Indosurya Inti Finance yang menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebabkan kerugian nasabah Rp 106 triliun.

Pasca reformasi, setelah skandal Bank Century, inilah fraud di sektor jasa keuangan paling mencengangkan. Skandal Century "diobati" dengan bailout Rp 6,7 triliun, sementara Jiwasraya, "disembuhkan" dengan bail in Rp 22 triliun dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).

Tentu saja berbagai skandal dalam institusi keuangan tersebut berimbas pada rakyat. Lagi-lagi, APBN yang ketiban beban untuk skema penyelamatan bailout/bail-in terhadap kerugian yang ditimbulkan dari kasus-kasus fraud.

Anggaran yang semestinya dipakai untuk menyejahterakan rakyat, malah digunakan untuk menyelamatkan lembaga keuangan yang tertimpa fraud.

Industri Keuangan 

Sektor jasa keuangan adalah jalur peredaran uang ke dalam ekonomi. Selain sebagai variabel moneter, dalam jangka pendek, peredaran uang menjadi salah satu pendukung penting pertumbuhan ekonomi.

Peredaran uang merefleksikan terjadinya transaksi dan aktivitas output serta pertumbuhan ekonomi sebagai resultannya. Bila inklusi di sektor keuangan semakin dalam, menandakan pendanaan kegiatan ekonomi berjalan baik. Sebaliknya, masih dangkalnya inklusi keuangan, menandakan pendanaan kegiatan ekonomi belum menggeliat karena sumber pembiayaan yang terbatas.

Berbagai kasus fraud yang terjadi merupakan batu sandungan dalam mencapai pendalaman sektor keuangan, sebagai sumur pembiayaan kegiatan ekonomi. Inklusi yang masih dangkal, literasi yang rendah, serta seringnya terjadi fraud dalam industri keuangan nasional adalah pemantik terganggunya stabilitas dalam ekosistem industri keuangan sebagai darahnya ekonomi (the blood of economy).

Karena itu, industri jasa keuangan dan tata kelolanya perlu dijaga agar tetap sehat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal yang dikapitalisasi dalam industri keuangan adalah public trust. Inilah modal utama industri keuangan.

Hal yang dijual ke publik adalah citra dan kepercayaan. Dengan modal inilah dana publik dihimpun dan disalurkan ke dalam ekonomi (intermediary functions of distribution).

Karena itu penting untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dari gangguan fraud di tengah kondisi ketidakpastian global. Saat ini, kondisi ketidakpastian global belum berakhir. Inflasi global masih tinggi, seturut suku bunga global yang masih berada dalam tren kenaikan. Hal tersebut tercermin dari data inflasi di beberapa negara ekonomi utama.

Amerika Serikat misalnya, inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) pada Februari 2023 masih 6 persen (yoy). Meskipun turun dari bulan sebelumnya 6,4 persen, namun inflasi aktual ini masih jauh dari sasaran inflasi 2 persen.

Kondisi serupa terjadi di negara ekonomi maju lainnya dengan inflasi dan suku bunga bank sentral yang masih tinggi. Dana murah yang terbatas dalam rezim suku bunga tinggi, membuat likuiditas dalam sektor jasa keuangan mengalami kekeringan.

Kebangkrutan tiga bank di AS, yaitu Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank (SB), Silvergate Bank,  dan kolapsnya Credit Suisse Bank yang berbasis di Swiss adalah fakta rapuhnya sektor keuangan saat ini di masa paceklik likuiditas.

Badai ketidakpastian global belum berakhir. Dalam kondisi makro global yang penuh risiko itulah, industri keuangan perlu dijaga. Peristiwa bank run yang terjadi di AS, meskipun eskalasinya sudah melandai, perlu dimaknai sebagai suatu fenomena rapuhnya kepercayaan publik pada resiliensi institusi keuangan di tengah kondisi ketidakpastian global.

Dalam konteks Indonesia, kondisi jangan diperparah lagi dengan berbagai fraud yang merusak kepercayaan publik pada lembaga keuangan sebagai darahnya ekonomi. Perbaikan tata kelola melalui good corporate governance (GCG) adalah kultur korporasi (corporate culture) yang diharapkan tumbuh dari dalam industri keuangan.

Rekomendasi ACFE tentang anti-fraud controls seperti external audit of internal controls over financial reporting, formal fraud risk assessments serta management review melalui fraud training for employees adalah rangkaian dari kultur korporasi berbasis GCG dalam rangka menekan praktek fraud dalam industri keuangan.

Sektor Fiskal 

Di sektor fiskal, kini publik dihentakkan dengan temuan PPATK soal dugaan adanya fraud di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). PPAT menyebut ada transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun di DJP dan DJBC.

Dua institusi itu selama ini menjadi backbone penerimaan negara. Lebih dari 70 persen penerimaan negara bersumber dari pajak dan kepabeanan. Itu artinya, sektor fiskal memainkan peran sentral sebagai tulang punggung pendanaan pembangunan.

Bila budaya tata kelola (governance culture) dalam institusi pajak memburuk, pemerintah sejatinya tengah menggali kubur bagi potensi penerimaan pajak. Selama dua tahun terakhir, penerimaan pajak selalu mencapai target dan melewati level pra-Covid-19. Realisasi pajak tahun 2021-2022 over target.

Namun realisasi pajak tersebut masih jauh dari potensi pajak. Hal tersebut tergambar dalam capaian rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) yang masih rendah bila dibandingkan dengan era pemerintahan sebelumnya dan tax ratio negara-negara tetangga.

Dari sumber DJP-Kemenkeu, realisasi penerimaan perpajakan tahun 2022 mencapai Rp 2.034,5 triliun atau 114 persen dari target Perpres 98/2022 sebesar Rp 1.784 triliun. Angka itu tumbuh 31,4 persen dari realisasi pajak tahun 2021 sebesar Rp 1.547,8 triliun.

Dengan nilai moneter PDB tahun 2022 sebesar Rp 19.588 triliun, maka tax ratio Indonesia di tahun 2022 sebesar 10,3 persen.

Menurut penulis, capaian tax ratio itu belum menggembirakan, karena di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tax ratio Indonesia pernah mencapai 13,7 persen. Demikianpun negara-negara tetangga seperti Malaysia yang tax ratio-nya sudah di atas 13 persen di tahun 2022.

Bahkan, dalam catatan Organization of Economic Co-operation and Development (OECD), negara ASEAN dengan tax ratio tertinggi adalah Vietnam yakni 22,7 persen, kemudian Filipina (17,8 persen), Thailand (16,5 persen). Untuk menjadi negara maju, capaian tax ratio adalah kunci. Negara maju (OECD) memiliki rata-rata tax ratio di atas 30 persen, bahkan Swedia memiliki tax ratio 53 persen.

Tentu saja untuk menjadi negara maju, Indonesia masih “Jauh panggang dari api,” bila melihat tax ratio saat ini.

Reformasi birokrasi

Dengan nilai moneter PDB Indonesia di tahun 2022 sebesar Rp 19.588 triliun, yang bisa dipajaki hanya 10,3 persen. Dengan pertumbuhan 5,3 persen di tahun 2023, maka nilai moneter PDB di tahun 2023 diperkirakan masih ± Rp 19,000 triliun.

Tentu saja kita boleh berimajinasi bahwa dengan capaian tax ratio di atas 15 persen, APBN kita akan meninggalkan rezim defisit. Keseimbangan primer akan surplus, karena penerimaan negara mampu meng-cover agregat belanja pemerintah.

Kita memasuki era baru APBN surplus! Ekspektasi ini bisa tercapai bila reformasi tata kelola institusi pajak berjalan dan bebas dari praktek fraud. Dengan capaian tax ratio saat ini, menggambarkan bahwa potensi objek pajak Indonesia berdasarkan ukuran ekonomi masih sangat besar.

Oleh sebab itu, inovasi dan perbaikan governance culture diperlukan agar penerimaan pajak bisa mendekati potensi obyek pajak.

Era new economy meniscayakan munculnya beragam sumber-sumber baru pertumbuhan ekonomi. Bersamaan dengannya sumber obyek pajak terbentuk, termasuk di dalamnya pajak karbon sebagai obyek pajak baru yang sejalan dengan pengarusutamaan ekonomi berkelanjutan.

Reformasi birokrasi di sektor perpajakan sangat diharapkan. Terobosan digitalisasi administrasi pajak inti atau core tax system harus mengalami akselerasi. Anggarannya sudah ada sejak 2019 sebesar Rp 2,9 triliun - bersifat multiyears hingga 2024, tetapi realisasinya masih lambat.

Pertumbuhan ekonomi digital dan skalanya terus meningkat. Jangan sampai inovasi core tax system lambat dan tak adaptif terhadap dinamika aktual perekonomian. Arah reformasi institusi pajak pun harus menyasar ke sektor-sektor yang selama ini memberikan kontribusi besar pada PDB, tapi sulit dipajaki (hard to tax), seperti sektor pertanian dan UMKM.

Setali tiga uang dengan sektor-sektor yang terkategori shadow economy. Shadow economy tidak hanya terkait kegiatan-kegiatan ekonomi ilegal seperti penyelundupan, perdagangan barang hasil curian, transaksi narkoba, perjudian, dan prostitusi, akan tetapi juga terkait pendapatan yang tidak dilaporkan dari kegiatan legal produksi barang dan jasa (Dahlan, 2020).

Kasus terbaru yang mendera DJP dan DJBC Kemenkeu adalah puncak dari praktek shadow economy. Semakin berkembangnya kegiatan shadow economy, tercipta pula kerugian negara berupa potensi pajak yang hilang.

Kegiatan shadow economy umumnya terlepas dari pengawasan otoritas pajak sehingga menghilangkan kewajiban membayar pajak dari para pelaku shadow economy yang menyebabkan kerugian negara (Samuda, 2016).

Reformasi tata kelola perpajakan dan kelembagaannya bergantung pada “moral dan etik birokrasi.” Etika birokrasi berisi ajaran-ajaran moral dan asas-asas kelakuan yang baik bagi aparatur dalam menunaikan tugas dan melakukan tindakan jabatan dalam kebijakan publik (Djaja, 2012).

Moralitas birokrasi sebagai landasan ideal yang membingkai budaya birokrasi dan tata kelolanya. Untuk mencapai budaya tata kelola institusi pajak baik dan bersih, maka moralitas birokrasi berjalan dalam kepastian sistem pengendalian internal lembaga.

Fraud yang terjadi dalam dua institusi; yang merupakan darah dan tulang punggung ekonomi, adalah impak dari lemahnya pengendalian dan pengawasan internal. Fraud di tubuh institusi pajak membuka diskusi baru bahwa sudah saatnya dipertimbangkan DJP terpisah dari Kemenkeu.

Secara kelembagaan, organisasi birokrasi Kemenkeu terlampau gemuk sehingga tidak optimalnya pengendalian serta pengawasan internal oleh Kemenkeu.

Selain itu, new economy yang terus bertumbuh dan mengalami diversifikasi, menuntut proses pengambilan kebijakan sektor pajak yang cepat dan adaptif. Selama DJP di bawah Kemenkeu, belenggu rantai birokrasi dalam pengambilan keputusan menjadi penghambat.

Benchmarking dalam tata kelola institusi pajak sudah ada. Negara-negara ekonomi maju seperti AS, Singapura, dan mayoritas negara berkembang sudah memisahkan lembaga pajak dari Kemenkeu-nya. Singapura misalnya, memiliki otoritas pajak semi-otonom bernama Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) atau AS dengan Internal Revenue Service (IRS).

Kendati lembaga pajaknya terpisah dari Kemenkeu, menteri keuangan tetap memiliki peran supervisi terhadap lembaga pajak. Dengan reformasi kelembagaan pajak serta digitalisasi terhadap administrasi inti pajak, kinerja pajak di negara-negara itu sudah mumpuni; yang tergambar dari capaian tax ratio-nya . Wajar bila capaian pajak melalui tax ratio sudah tinggi bila dibandingkan dengan Indonesia. 

https://money.kompas.com/read/2023/04/10/140841526/berbagai-kasus-fraud-membahayakan-ekonomi-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke