Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Memprogram "Algoritma" Regulasi Rupiah Digital

Salah satu kebijakan yang akan diluncurkan adalah Rupiah digital.

Mata uang dalam bentuk digital adalah sesuatu yang tidak terelakkan karena kebutuhan akan kecepatan dan kemudahan transaksi.

Digitalisasi di berbagai sektor telah mendorong pengembangan teknologi yang mengubah kehidupan kita secara fundamental.

Ant Financial (Alipay) yang dibangun Jack Ma telah menjadi simbol keberhasilan inklusi finansial di China melalui pemanfaatan teknologi (Brett King, 2020).

Ide inovasi keuangan seperti ini juga menular ke Indonesia dengan hadirnya berbagai aplikasi. Cukup dengan gawai, kita dapat bertransaksi secara real time seketika.

Perkembangan teknologi pada sektor keuangan yang pesat ini mendorong seluruh negara di dunia untuk beradaptasi dan menyusun kembali “algoritma” regulasinya.

Merespons hal ini, Indonesia telah mengesahkan UU No. 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang mengamandemen 17 UU terkait sektor keuangan agar dapat menyesuaikan dengan dinamika perubahan zaman.

Dalam omnibus law tersebut, terdapat amandemen UU No 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang dengan menambahkan ketentuan mengenai Rupiah Digital.

Pengertian Rupiah Digital, menurut UU dimaksud, adalah Rupiah dalam bentuk digital yang dikeluarkan dan merupakan kewajiban moneter BI.

Berlandaskan amanah UU tersebut, BI memperkenalkan Proyek Garuda berupa desain pengembangan Rupiah Digital (white paper).

Menurut BI, pada dasarnya Rupiah Digital sama dengan uang kartal Rupiah (kertas dan logam yang berlaku saat ini), hanya dikonversi ke bentuk digital.

Oleh karena itu, kehadirannya tidak memengaruhi jumlah uang beredar, nilainya pun stabil, berdenominasi sama dengan mata uang Rupiah.

Rupiah Digital akan menjadi uang bank sentral yang selain bebas risiko, juga dapat digunakan untuk pembayaran lintas negara.

Penerbitan Rupiah Digital diharapkan dapat menjaga kedaulatan Rupiah pada sistem pembayaran digital karena disruptif crypto asset seperti bitcoin dan ethereum, menimbulkan shadow banking dan bahkan shadow central banking.

Perusahaan penerbit crypto asset seolah-olah bertindak sebagai bank sentral siluman tanpa batas regulasi dan minim memberikan perlindungan terhadap penggunanya.

Bill Gates mengatakan, “Pengoperasian crypto asset terdesentralisasi tanpa penjamin dan nilainya tidak stabil.”

Untuk itulah Rupiah Digital sebagai jenis Central Bank Digital Currency (CBDC) hadir untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam transaksi dan konversi nilai.

Peluncuran Rupiah Digital akan memberikan ekspektasi positif mata uang kita mampu bersaing dengan cryto asset pada transaksi online.

Perumusan aspek legal rupiah digital

Inisiasi BI untuk mempermudah pembayaran digital perlu didukung oleh perangkat legal yang memadai. Meski Rupiah Digital telah diatur dalam UU P2SK, penulis memandang terdapat beberapa aspek yang pengaturannya masih sangat terbatas.

Untuk memperkokoh implementasi Rupiah Digital, setidaknya terdapat tujuh materi yang perlu diatur lebih lanjut pada tingkatan UU.

“Algoritma” peraturan harus mampu menjaga efektifitas penerapannya dan memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi pengguna.

Pengaturan pertama berkaitan dengan prinsip-prinsip umum agar implementasi Rupiah Digital mampu memberikan keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan, sekaligus perlindungan hukum yang mencukupi.

Prinsip umum dapat disusun berlandaskan prinsip yang telah digunakan pada UU sejenis ( UU ITE dan UU Transfer Dana) atau dengan melihat dari karakteristik dan pengoperasiannya.

Selanjutnya prinsip dimaksud dikalibrasi dan disusun berdasarkan skala urgensi.

Kedua, jenis Rupiah yang kontemporer ini juga harus diatur keunikan identifikasinya. Identifikasi menjelaskan karakteristik khusus Rupiah Digital yang berbeda dengan jenis Rupiah kertas dan logam atau CBDC lain.

Klausul ini sangat penting diperhatikan untuk memberikan bentuk dan sifat Rupiah Digital sebagai obyek hukum.

Ketiga, pengaturan mengenai aspek resiliensi teknologi terkait dengan pemilihan penggunaan platform, apakah melalui blockchain, atau distributed ledger khusus.

Materi pengaturan juga termasuk perlindungan keamanan cyber dan kontinuitas sistem. UU harus menegaskan penggunaan platform teknologi yang kompatibel, aman dan handal.

Keempat, perlu dirumuskan ketentuan mengenai perizinan dan pengawasan lembaga distribusi (wholesaler) untuk menetapkan hak, kewajiban dan larangan, sekaligus memberikan perlindungan hukum yang layak bagi pengguna.

Fungsi otoritas bank sentral ini melekat pada tiap tahapan pengelolaan Rupiah Digital yang melibatkan wholesaler.

Kelima, pengaturan mengenai pengguna juga perlu disematkan dalam UU, termasuk didalamnya ketentuan syarat-syarat pengguna. Apakah boleh menggunakan anonim? Sejauh mana verifikasi terhadap pengguna?

Pada intinya ketentuan menetapkan siapa yang layak menjadi subyek hukum pengguna. Tentunya perlindungan data pribadi juga perlu ditegaskan agar pengguna terlindungi.

Keeenam, tata cara pengelolaan Rupiah Digital oleh BI perlu diatur dalam klausul lebih rinci, sebagaimana pengelolaan Rupiah Kertas dan Logam.

Hal ini penting mendapat perhatian karena keseluruhan tahapan pengelolaan Rupiah merupakan eksistensi fungsi otoritas BI dalam sistem pembayaran.

Ketujuh, perlu diatur materi mengenai pencegahan kejahatan terhadap Rupiah Digital serta tindakan yang dilarang.

Pencegahan tindak pidana pencucian uang dan terorisme juga perlu mendapatkan perhatian mengingat teknologi digital rentan disalahgunakan.

Keseluruhan materi pengaturan dimaksud bertujuan memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada otoritas, pihak terkait, pengguna, maupun masyarakat sebagai satu kesatuan sistem hukum.

Sistem hukum, menurut Lawrence M. Friedman (Friedman, 1984) terdiri dari substansi hukum (peraturan), struktur hukum (lembaga), dan budaya hukum.

Dalam perspektif dimaksud, BI menjadi bagian dari struktur hukum, yaitu regulator yang berwenang mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

Inisiatif BI dalam memajukan sistem pembayaran Indonesia melalui berbagai inovasi, misalnya, QRIS dan BI Fast, merupakan kontribusi membanggakan yang melampaui bank sentral lain di dunia.

Namun demikian, perlu dipahami bersama bahwa pengembangan inovasi, termasuk Rupiah Digital, harus terus diiringi dengan pengkajian substansi hukum yang komprehensif.

Perumusan perangkat legal yang tepat dan akurat akan mendorong terwujudnya budaya hukum yang diharapkan. Pada akhirnya, jika sistem hukum ini terbentuk dengan baik, maka Rupiah Digital dapat secara nyata berlaku efektif dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

https://money.kompas.com/read/2023/05/22/133550926/memprogram-algoritma-regulasi-rupiah-digital

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke