Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ragam Strategi Pemerintah Tagih Rp 110 Triliun dari Obligor BLBI

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menegaskan komitmen untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara dari para obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Komitmen ini disampaikan seiring dengan akan berakhirnya masa kerja Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI (Satgas BLBI), yakni pada Desember 2023.

Ketika dibentuk pada 2021 lalu, Satgas BLBI diberikan tugas untuk memulihkan hak negara yang berasal dari dana BLBI, dengan target aset yang harus dikejar mencapai Rp 110,45 triliun. Namun, jelang pengujung masa kerja Satgas BLBI, realisasi pemulihan aset masih jauh dari target yang telah ditetapkan.

Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban melaporkan, sampai dengan 30 Mei 2023 Satgas BLBI telah berhasil memperoleh aset dan PNBP senilai Rp 30,66 triliun. Nilai ini setara sekitar 27,75 persen dari target yang ditetapkan, yakni sebesar Rp 110,45 triliun.

"Satgas BLBI baru efektif berjalan sekitar 2 tahun, yang jadi modal utama kami adalah kerja sama dari 12 instansi dan ini bukan hal mudah, sehingga ini kita perlu pertahankan dan jaga," tutur dia, dalam Serah Terima Aset Eks BLBI, di Jakarta, Selasa (6/6/2023).

Meskipun masih jauh dari target yang telah ditetapkan, capaian Satgas BLBI mendapat apresiasi dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang juga bertindak sebagai Ketua Pengarah Satgas BLBI, Mahfud MD. Pasalnya, nilai realisasi pemulihan aset sudah mendekati target pribadi yang ia buat, yakni sebesar 30 persen dari Rp 110 triliun.

"Pada waktu itu ada yang pesimis, bapak dapet 10 persen saja sudah untung, barangnya udah enggak ada semua. Ya kita usahakan 30 persen," katanya.

Lebih lanjut Ia bilang, pemerintah melalui Satgas BLBI akan terus mengejar perolehan aset dan PNBP dari para obligor. Sejumlah strategi disiapkan untuk mendongkrak nilai pemulihan aset negara.

Blacklist kredit dan cegah ke luar negeri

Strategi pertama yang disiapkan ialah pemberian sanksi administratif kepada para obligor BLBI yang tidak kooperatif. Sanksi yang diberikan salah satuya ialah, pencabutan hak atas pengajuan kredit ke perbankan.

"Kita sudah menyiapkan denda-denda administratif. Sejak awal dibicarakan, misalnya supaya hati-hati yang selalu mangkir," kata Mahfud.

Selain itu, obligor BLBI tidak kooperatif juga akan dicekal untuk ke luar negeri. Langkah ini akan dilakukan dengan pencabutan paspor dari obligor.

"Enggak boleh berpergian ke luar negeri beberapa hari sampai jelas kapan mau menyelsaiakan dan beberapa utang yang diakui," ujar Mahfud.

Mahfud memastikan, sanksi-sanksi tersebut telah memiliki payung hukum, sehingga segera dapat diterapkan oleh Satgas BLBI. Adapun payung hukum yang dimaksud ialah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara Oleh Panitia Urusan Piutang Negara.

"DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) sudah diinstrukiskan melalui menteri keuangan mulai dicatat siapa yang harus ditindak," tuturnya.

Libatkan Menteri ATR

Untuk meningkatkan kinerja Satgas BLBI, Mahfud juga mengusulkan untuk melibatkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto ikut bergabung dalam bagian dewan pengarah.

Menurutnya, keterlibatan menteri ATR dapat mempercepat proses alih nama tanah-tanah yang merupakan aset BLBI dari para obligor. Hal ini selaras dengan tupoksi dari Kementerian ATR.

"Mohon kita menambahkan satu pejabat lagi di Dewan Pengarah, (yaitu) menteri ATR/BPN, sehingga tanah-tanah yang sudah disita ini segera dibaliknamakan, ini milik negara, ini milik siapa," katanya.

Selesaikan selisih perhitungan utang

Kemudian, Satgas BLBI juga akan menyelesaikan permasalahan selisih atau perbedaan perhitungan utang antara pemerintah dengan para obligor. Pasalnya, permasalahan ini kerap memperlambat proses pemulihan aset negara.

Mahfud mengakui, masih terdapat obligor yang menyampaikan perbedaan data utang dengan pemerintah, dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Satgas BLBI.

"Misalnya kami bilang Rp 5 triliun, dia (obligor) bilang Rp 3 triliun. Dia punya bukti perhitungan siapa, dan kami punya bukti tanda tangan di Kantor Menteri Keuangan, ada lagi bukti beda dengan bukti hitungan BPK," tuturnya.

Menurutnya, selisih itu kerap mengganggu proses penagihan utang. Oleh karenanya, permasalahan itu akan segera diselesaikan. Mahfud optimis permasalahan selisih perhitungan dapat segera diselesaikan.

"Kalau mau kompromi ini akan gampang," ujarnya.

Perpanjang masa kerja Satgas BLBI

Pemerintah juga membuka kemungkinan untuk memperpanjang masa kerja Satgas BLBI. Namun, Mahfud mengatakan, perpanjangan periode masa kerja hanya bisa dilakukan hingga Agustus 2024. Hal ini mengingat akan berakhirnya periode pemerintahan 2019-2024.

"Kita pertimbangkan diperpanjang atau tidak. Tapi walaupun diperpanjang paling lama Agustus karena September-Oktober sudah masuk masa proses pergantian pemerintahan yang baru," tutur dia.

Mahfud menegaskan, pemerintah tetap berkomitmen untuk mengambil kembali haknya dari para obligor. Oleh karenanya, meskipun periode pemerintahan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berakhir, pemerintah sudah menyiapkan dokumen berkaitan dengan hasil pemulihan aset oleh Satgas BLBI.

Lewat dokumen tersebut, pemerintah akan melimpahkan tugas penagihan utang obligor BLBI ke pemerintah periode selanjutnya. Mahfud bilang, dokumen tersebut nantinya bersifat mengikat, sehingga wajib dilaksanakan pemerintah selanjutnya.

"Tentu mengikat pemerintah berikutnya, tugas pemerintah siapapun yang memerintah," ucapnya.

https://money.kompas.com/read/2023/06/07/111000526/ragam-strategi-pemerintah-tagih-rp-110-triliun-dari-obligor-blbi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke