Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Upaya Antisipasi Ketidakseimbangan Global

Perkiraan tersebut merupakan konsekuensi masih adanya potensi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral negara maju yang dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi.

Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memproyeksikan pada 2023, ekonomi global tumbuh lebih rendah dibandingkan perkiraan IMF.

Mengutip siaran pers Bank Indonesia pada Rapat Dewan Gubernur Juli 2023, “pertumbuhan ekonomi global 2023 diperkirakan tetap sebesar 2,7 persen, namun disertai dengan pergeseran sumber pertumbuhan”.

Hal menarik yang perlu dicermati bersama terkait munculnya gejala global imbalances, yaitu ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global sehingga berdampak pada terjadinya pergeseran sumber pertumbuhan ekonomi.

Sebagai contoh, upah kompetitif di Amerika pascapandemi Covid-19 diperkirakan berdampak pada akselerasi pemulihan ekonomi negara tersebut.

Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika mencatat, upah tenaga kerja pada Juli 2023 tercatat 28,96 dollar AS per jam atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya hanya 28,83 dollar AS per jam.

Pemulihan ekonomi Amerika yang sangat cepat telah berdampak pada tingginya permintaan barang dan jasa sehingga menekan rantai pasokan dan memicu inflasi yang meningkat tajam.

Namun sebaliknya, kebijakan lockdown di Tiongkok pada periode pandemi telah berdampak pada keterlambatan penyelesaian pembangunan properti sehingga banyak masyarakat tidak melunasi pembiayaan propertinya.

Sulitnya cash flow telah menyebabkan terjadinya gagal bayar salah satu perusahaan properti besar di Negeri Tirai Bambu yang pada akhirnya memicu penurunan penjualan properti.

Hal ini terkonfirmasi dari data Biro Statistik Nasional China yang mencatat bahwa dalam kurun waktu Januari-Juli 2023, luas bangunan komersial yang dijual turun 5,3 persen. Begitu pula perumahan juga mengalami penurunan 2,8 persen pada periode yang sama.

Potensi dampak rambatan

Ketidakseimbangan pemulihan ekonomi yang terjadi di Amerika dan Tiongkok patut diwaspadai karena dapat memberikan efek rambatan negatif terhadap perekonomian domestik.

Hal ini disebabkan kedua negara tersebut merupakan mitra dagang utama Indonesia.

Ketika perekonomian kedua negara terganggu, maka dapat ditransmisikan melalui jalur perdagangan berupa turunnya permintaan impor komoditas di kedua negara.

Penurunan kinerja ekspor nasional di tengah turunnya harga komoditas unggulan Indonesia di pasar global akan mendorong menipisnya pasokan valas.

Terbatasnya jumlah valas akan memberikan kerentanan terhadap gejolak eksternal. Misalnya pada saat Bank Sentral negara maju dengan inflasi tinggi menaikan suku bunga acuan akan mendorong terjadinya capital flight yang pada akhirnya memberikan tekanan terhadap nilai tukar.

Lesson learned keterbatasan valas penah terjadi di Nigeria pada September 2022. Kurangnya pasokan valas telah berdampak pada depresiasi nilai mata uang Naira terhadap dollar sehingga berdampak pada terganggunya impor bahan baku obat oleh perusahaan farmasi di negara tersebut.

Demikian pula dengan Kenya, pada Maret 2023 mengalami kekurangan pasokan valas sehingga tidak mampu melakukan impor bahan bakar yang berdampak pada terganggunya aktivitas ekonomi.

Upaya antisipasi

Untuk mengantisipasi risiko terganggunya stabilitas nilai tukar yang dipicu oleh kurangnya pasokan valas, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter pada 2022 telah melakukan penguatan kerangka kerja Local Currency Setlement (LCS) menjadi Local Currency Transaction (LCT).

Kerjasama perluasan penggunaan mata uang lokal tidak hanya untuk transaksi perdagangan, namun juga untuk investasi dan transaksi di pasar uang.

Adanya mekanisme penyelesaian transaksi menggunakan mata uang lokal akan mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan mata uang utama dalam melakukan aktivitas transaksi ekonomi internasional.

Sampai saat ini, Indonesia telah bekerjasama dengan lima negara mitra, yaitu Malaysia, Thailand, Jepang, China, Korea Selatan dan masih akan diperluas ke negara lain.

Mengutip pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur Juli 2023, sampai semester 1-2023 nilai LCT sebesar 3,2 miliar dollar AS dan diperkirakan akan jauh lebih tinggi dibandingkan 2022.

Dalam upaya menjaga stabilitas perekonomian nasional, Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (DHE SDA).

Ketentuan tersebut mewajibkan eksportir dengan nilai DHE sektor Pertambangan, Perkebunan, Kehutanan dan Perikanan minimal 250.000 dollar AS harus menempatkan minimal 30 persen ke dalam Rekening Khusus DHE SDA selama kurun waktu paling singkat 3 bulan.

Kemenko Perekonomian mencatat, implementasi regulasi DHE SDA berpotensi meningkatkan ketersediaan likuiditas valas dalam negeri sebesar 60,9 miliar dollar AS per tahun berdasarkan data ekspor 4 sektor wajib DHE SDA tahun 2022.

Semoga ikhtiar yang telah dilakukan Bank Indonesia bersama Pemerintah membuahkan hasil manis berupa stabilitas ekonomi nasional di tengah ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global.

https://money.kompas.com/read/2023/08/18/171548426/upaya-antisipasi-ketidakseimbangan-global

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke