Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pembatasan "Social Commerce" Bukan Langkah Akhir Cegah "Banjir" Barang Impor

Kondisi ini tidak lepas dari situasi ekonomi dunia yang pertumbuhannya diprediksi International Monetary Fund (IMF) melambat menjadi 2,9 persen pada 2023.

Bank Indonesia juga memprediksi perlambatan Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat pada 2023 sebesar 0,9 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Hal yang sama juga terjadi pada kawasan Eropa dan negara tujuan ekspor lainnya.

Disinyalir, pasar produk TPT juga mengalami serbuan impor dari China. Negeri Tirai Bambu itu mengalami penumpukan persediaan akibat menurunnya permintaan dari Amerika Serikat dan Eropa, sehingga mulai mencari negara pasar baru untuk menampung hasil produksinya, termasuk Indonesia.

Direktorat Jenderal (DItjen) Bea dan Cukai mengakui adanya fenomena serbuan impor tekstil dan produk tekstil (TPT) ke dalam negeri. Hal ini pun tengah menjadi perhatian utama Ditjen Bea Cukai.

Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Ditjen Bea Cukai Mohammad Aflah Farobi mengatakan, pihaknya juga sudah menerima laporan dari asosiasi pelaku usaha TPT terkait "banjir" barang impor ilegal ke Tanah Air.

Berdasarkan hasil kajian sementara, Aflah bilang, modus masuknya TPT ilegal ke Indonesia bervariasi. Modus yang paling banyak digunakan ialah impor tanpa menggunakan dokumen sah.

"Mereka juga menggunakan false dokumen," ujarnya.

Singkatnya, masuknya produk-produk impor ilegal itu yang menciptakan dumping di pasar Indonesia. Dumping sendiri adalah penjualan barang dari luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri. 

Hal itu merupakan tugas atau PR pemerintah di sisi hulu, sementara untuk di hilirnya produk-produk impor ilegal itu masuk melalui platform e-commerce dan social commerce.

Oleh karena itu pemerintah sendiri tengah mengundangkan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 yang merupakan Revisi Permendag 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik PMSE).

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) mengatakan, dengan diluncurkannya beleid ini bisa melindungi konsumen dan pelaku usaha.

"Permendag ini merupakan amanat Presiden kepada Kemendag untuk melindungi perlindungan terhadap konsumen dan pelaku usaha di dalam negeri," ujar Mendag Zulhas dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (27/9/2023). 

"Selama ini kan perkembangan sistem perdagangan di platform cepat makanya kita atur. Kita mengatur bukan melarang," sambung Zulhas.

Ada 6 poin utama yang diatur pemerintah dalam Permendag tersebut. Berikut adalah rinciannya:

1. Social commerce tidak boleh melakukan transaksi langsung, tetapi hanya boleh memfasilitasi promosi barang dan jasa.

2. Penetapan harga minimum sebesar 100 dollar AS per unit untuk barang jadi asal luar negeri yang langsung dijual oleh pedagang ke Indonesia melalui platform e-commerce.

3. Disediakan produk positive list yaitu daftar barang asal luar negeri yang diperbolehkan cross border langsung masuk ke Indonesia melalui platform e-commerce.

4. Menetapkan syarat khusus bagi pedagang luar negeri pada marketplace dalam negeri. Misalnya, produk makanan diwajibkan untuk memiliki sertifikat halal dan produk kecantikan harus memiliki izin edar kosmetik dari Badan POM.

5. Larangan marketplace dan social commerce untuk bertindak sebagai produsen. Itu artinya, e-commerce dilarang untuk menjual produk-produk produksi mereka sendiri.

6. Penguasaan Data oleh PPMSE untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan penguasaan data.


Bukan akhir perjalanan...

Namun upaya itu bukan menjadi jalan utama untuk mencegah masuknya produk-produk impor ilegal. Namun pemerintah dituntut untuk bisa membuat kebijakan atau tindakan antidumping.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios)

Bhima Yudhistira mengatakan, pelarangan social commerce seperti TikTok Shop untuk berdagang belum cukup guna melindungi pedagang UMKM yang terdampak. Bhima mengatakan, pemerintah harus mulai membenahi arus masuk produk impor dalam platform cross border.

"Tidak cukup dengan pelarangan TikTok Shop saja. Banyak pintu masuk impor perlu dibenahi salah satunya platform cross border," kata Bhima.

Bhima mengatakan, banyak barang impor yang masuk ke Indonesia tidak terdata dengan baik, sehingga terjadi arus masuk barang secara ilegal.

Ia mengatakan, dalam beberapa kasus, harga barang impor asal China yang masuk ke Indonesia bisa diubah untuk mensiasati beban tarif bea masuk. "Harga barang di China ditulis Rp 20.000 kemudian dicatat didokumen impor Rp 15.000 untuk menurunkan beban bea masuk dan PPN," ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut, Bhima mengatakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Bea Cukai harus memiliki integrasi data antara platform. Dengan demikian, barang-barang impor ilegal yang dapat merusak pasar domestik bisa dicegah masuk ke Tanah Air.

"Safeguard berupa SNi, sertifikat halal, bpom juga perlu didorong untuk hambat barang impor ilegal. Yang namanya ilegal kan tidak punya sertifikat seperti SNi, nah itu disita saja," tuturnya.

Celah dari jastip

Di sisi lain, Bhima meminta pemerintah memantau pergeseran barang impor ilegal lewat model belaja Jastip (Jasa titip).

Ia mengatakan, praktik jastip sudah lama terjadi, namun, penegakkan dari Bea Cukai belum optimal.

"Pengawasan harus jalan cepat apalagi pasca social commerce dilarang pemerintah karena ada indikasi impornya bergeser lewat jastip," ucap dia.

Hal ini juga diamini oleh anggota komisi VI DPR RI Evita Nursanty. Dia mengatakan pemisahan ini bukan menjadi jalan utama menekan masuknya barang impor ilegal.

Oleh sebab itu dia meminta pemerintah membuat daftar barang yang dapat izin untuk diperjualbelikan, harga minimum barang impor yang boleh dijual serta pengenaan pajak yang tinggi untuk barang impor.

"Diberikan perlakuan yang sama antara barang impor dan lokal dalam konteks pajak. Saya nyakin pemerintah memikirkan yang terbaik untuk kepentingan masyarakat, dan dunia usaha, termasuk juga para pemain social media maupun e-commerce. Termasuk perlunya menghargai produk dalam negeri, dan mendukung bangsa kita menjadi bangsa yang produktif," jelas Evita.

Regulasi ketat barang impor

Sekretaris Jenderal Sahabat UMKM (komunitas para UMKM) Faisal Hasan Basri mengatakan, pemerintah harus bisa membuat regulasi yang ketat untuk melindungi UMKM.

Dia berharap ada regulasi yang ketat khusus untuk masuknya produk impor. Dengan begitu diharapkan impor ilegal bisa diminimalisir.

Adapun soal kebijakan pemerintah yang melarang social commerce berdagang bisa menjadi kebijakan yang menguntungkan dan merugikan.

"Kenapa? Karena media sosial yang selama ini mereka gunakan sebetulnya selalu disisipkan link jualannya dan itu sah-sah saja. Cuma memang harga di social commerce itu kan murah yah sekarang makanya harus diatur dan pastinya pemerintah juga harus membuat regulasi ketat untuk barang import," kata dia.

https://money.kompas.com/read/2023/09/28/084658426/pembatasan-social-commerce-bukan-langkah-akhir-cegah-banjir-barang-impor

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke