Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Aturan Sri Mulyani Dituding Jadi Penyebab Industri Tekstil Lesu, Staf Menkeu Buka Suara

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketentuan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait dengan kawasan berikat dinilai sebagai salah satu penyebab kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) melemah.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Hendri Antoni Arif.

Sebagai informasi, kawasan berikat adalah tempat penimbunan berikat untuk barang impor dalam daerah pabean yang hasilnya terutama untuk diekspor. Aturan mengenai kawasan berikat dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2018.

Kemenperin menilai, saat ini permintaan dari pasar luar negeri sedang melemah. Oleh karenanya, barang orientasi ekspor yang berada di kawasan berikat justru masuk ke pasar domestik.

Menanggapi pernyataan tersebut, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, kebijakan kawasan berikat merupakan upaya mendukung industri dalam negeri berupa penyerapan bahan baku, penyerapan tenaga kerja, perbaikan mata rantai pasok, dan mendorong ekspor yang menghasilkan devisa bagi perekonomian.

"Hasilnya, terjadi peningkatan TKDN, penyerapan tenaga kerja, dan devisa hasil ekspor," kata dia, dalam keterangan yang diterima Kompas.com, dikutip Senin (2/10/2023).

Lebih lanjut Yustinus menjelaskan, pengusaha di kawasan berikat adalah pengusaha yang berorientasi ekspor. Pasalnya, pengusaha tersebut menjadi bagian permintaan dan pasokan global.

Ia pun membenarkan, dalam situasi tertentu, terutama saat permintaan global menurun, pengusaha kawasan berikat dapat memasok barangnya untuk pasar dalam negeri.

Hal ini bisa dilakukan dengan koordinasi bersama instansi yang membidangi sektor industri.

Namun, dalam proses pengiriman barang dari kawasan berikat ke wilayah pabean dalam negeri lainnya, barang diberlakukan sebagai produk impor. Dengan demikian, barang dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

"Untuk menjaga keadilan dengan pelaku usaha non kawasan kerikat, penyerahan barang dari kawasan berikat ke daerah pabean lain diperlakukan sebagai impor," tutur Yustinus.

Yustinus memastikan, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait, termasuk Kemenperin, terkait dengan operasional kawasan berikat.

"Sehingga pengawasan selama ini berjalan efektif dan dapat menjaga fairness kepada semua pelaku usaha," ucapnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Kemenperin Hendri Antoni Arif mengatakan, ada banyak produk impor di kawasan berikat yang berorientasi ekspor, namun malah masuk dan membanjiri pasar dalam negeri. Menurutnya, hal tersebut bisa memicu ketahanan industri TPT nasional.

"Kami melihat itu jadi satu masalah. Jadi ada produk-produk industri yang ada di kawasan berikat yang berorientasi ekspor malah masuk ke pasar domestik," ujar dia, dilansir dari Kontan.

https://money.kompas.com/read/2023/10/02/062000926/aturan-sri-mulyani-dituding-jadi-penyebab-industri-tekstil-lesu-staf-menkeu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke