Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menimbang Efektivitas Kebijakan Fiskal dan Moneter

Bahkan di negara Indonesia, tujuan tersebut tersurat sangat jelas dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan dijelaskan secara lebih rinci dalam batang tubuhnya.

Berdasarkan tujuan tersebut, maka pemerintah memiliki kewajiban untuk selalu berusaha keras mendorong tingkat kesejahteraan masyarakat supaya terus meningkat, atau paling tidak, pemerintah harus menjaga agar kesejahteraan masyarakat tidak mengalami penurunan.

Salah satu indikator utama dari tingkat kesejahteraan yang harus selalu dijaga pemerintah adalah tingkat daya beli masyarakat.

Naik turunnya tingkat daya beli akan berpengaruh secara langsung dan signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingkat daya beli masyarakat tercermin dari nilai uang riil yang dipegang masyarakat.

Terdapat dua kondisi utama yang bisa mengakibatkan nilai uang riil yang dipegang masyarakat mengalami penurunan.

Kondisi pertama terjadi ketika harga barang dan jasa secara rata-rata mengalami kenaikan dan dalam waktu bersamaan tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan.

Dengan kata lain, kenaikan harga barang dan jasa lebih besar daripada kenaikan pendapatan. Kondisi ini mengakibatkan daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat mengalami penurunan.

Kondisi kedua terjadi ketika jumlah uang beredar melampaui kebutuhan aktivitas perekonomian. Jumlah uang yang dipegang masyarakat melebihi tingkat kebutuhannya.

Dalam kondisi ini masyarakat menganggap uang menjadi “tidak bernilai”. Nilai uang riil yang dipegang masyarakat mengalami penurunan dan tidak lagi mampu untuk membeli barang dan jasa pada tingkat harga yang sama.

Harga barang dan jasa harus dibeli dengan nilai nominal yang lebih tinggi sehingga menggerus daya beli masyarakat secara signifikan.

Kebijakan pengendalian harga

Dalam teori ekonomi, terdapat dua jenis kebijakan yang bisa digunakan sebagai instrumen untuk menjaga stabilitas harga sehingga daya beli masyarakat dapat terus terjaga.

Pertama adalah kebijakan fiskal. Kebijakan ini berada di bawah kewenangan pemerintah mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah.

Pemerintah bisa membuat berbagai kebijakan yang dapat mengendalikan fluktuasi harga di pasar mulai dari membuat regulasi yang dapat mengatur jumlah barang yang beredar di pasar sampai menetapkan harga yang berlaku di pasar.

Dalam mengatur jumlah barang yang tersedia di pasar, pemerintah bisa membuat peraturan yang mewajibkan para produsen untuk memenuhi kebutuhan permintaan dalam negeri daripada permintaan luar negeri walaupun harga di luar negeri lebih tinggi dibanding dalam negeri.

Pemerintah pernah membuat regulasi ini untuk mengatur pemenuhan permintaan minyak goreng dalam negeri beberapa waktu lalu, ketika minyak goreng raib dari pasar. Kebijakan ini dikenal dengan istilah domestic market obligation (DMO).

Pemerintah juga bisa menambah pasokan barang dan jasa dalam negeri dengan membuka “kran” impor sehingga pasokan barang dalam negeri tetap cukup dan tidak memicu gejolak harga signifikan.

Kebijakan ini sering dilakukan pemerintah dalam upaya menjaga stabilitas pasokan beras dalam negeri.

Pemerintah membuka kran impor beras ketika terjadi gagal panen yang berdampak pada turunnya pasokan beras di pasaran yang dapat mengakibatkan harga beras melambung tinggi.

Pemerintah juga bisa menjaga stabilitas harga melalui kebijakan pengendalian harga, yaitu dengan menetapkan harga batas bawah (floor price) dan harga batas atas (ceiling price).

Kebijakan ini juga sering dilakukan pemerintah seperti untuk dua komoditas yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu beras dan minyak goreng.

Selain menggunakan kebijakan fiskal, pengendalian harga juga bisa dilakukan melalui kebijakan moneter.

Kebijakan moneter berada dalam wilayah kewenangan Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral negara Indonesia.

BI memiliki otoritas untuk menjaga stabilitas nilai rupiah dari sisi moneter mulai dari penentuan jumlah uang beredar melalui lembaga perbankan, tingkat suku bunga, sampai menerbitkan obligasi dalam upaya menambah pasokan uang di pasaran.

Semua kebijakan ini bisa dilakukan BI dalam waktu bersamaan, namun dalam proporsi yang berbeda.

Penggunaan berbagai instrumen ini dikenal dengan istilah bauran kebijakan. Penentuan bauran kebijakan moneter ini menjadi rutinitas kegiatan BI yang dilakukan dalam periode waktu tertentu.

Kebijakan efektif

Pertanyaan kritis yang sering kali muncul dalam diskusi publik adalah efektivitas dari kedua kebijakan tersebut. Kebijakan mana yang paling efektif dalam menjaga daya beli masyarakat?

Penggunaan jenis kebijakan yang digunakan akan sangat dipengaruhi penyebab dari kenaikan harga yang terjadi di masyarakat, apakah berasal dari sisi permintaan (demand side), ataukah sisi penawaran (supply side).

Tentu bauran kebijakan yang seringkali digaungkan oleh BI memang diperlukan.

Namun sebesar apa proprosi dari masing-masing kebijakan tersebut harus tetap menjadi perhatian. Menempatkan sesuatu harus pada tempatnya sesuai dengan kadar yang dibutuhkan, tepat waktu dan tepat takaran.

Ketika sumber masalah kenaikan harga adalah sisi penawaran tentunya proporsi terbesar seharusnya berasal dari kebijakan fiskal.

Pemerintah harus menjamin kinerja produksi di sektor hulu sehingga ketersediaan produk dari sisi jumlah dapat mencukupi kebutuhan dan permintaan pasar.

Pemerintah juga harus menjamin distribusi dari sektor hulu ke sektor hilir sehingga produk dari sektor hulu dapat sampai di sektor hilir tepat waktu dan tepat jumlah.

Di sektor hilir, pemerintah juga harus menjamin bahwa produk-produk tersebut harus dapat diakses dan diperoleh masyarakat dari pasar dengan mudah dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan harapan.

Jika akar masalah berasal sisi penawaran, maka kebijakan moneter seharusnya tidak terlalu dominan.

Ketika masalah berasal dari sisi penawaran, kebijakan moneter akan bersifat sebagai pelengkap yang fungsinya ibarat suplemen dalam tubuh, bukan kebutuhan utama namun dapat menunjang kecepatan dan kelancaran mekanisme kinerja tubuh.

Sebaliknya, jika akar masalah bersumber dari sisi permintaan, maka kebijakan moneter akan mengambil peran lebih signifikan.

Kebijakan moneter bisa berfungsi sebagai rem ketika ekonomi dirasa sudah overheating di mana permintaan dirasa sudah terlalu banyak sehingga memicu kenaikan harga yang lebih besar dibanding dengan kenaikan pendapatan.

Dengan kebijakan moneter, jumlah uang beredar bisa dikurangi sehingga kinerja ekonomi bisa kembali melandai mendekati titik potensialnya.

Kebijakan moneter juga bisa berperan sebagai akselerator. Ketika permasalahan di sektor penawaran sudah terselesaikan dengan baik, maka kebijakan moneter bisa menjadi “booster” yang akan menambah jumlah uang beredar di masyarakat sehingga permintaan akan meningkat dan mendorong kinerja perekonomian secara keseluruhan.

Ketika ekonomi sedang membutuhkan booster, maka biaya kebijakan moneter akan meningkat dan tidak menutup kemungkinan akan melebihi biaya di sisi fiskal.

Oleh karena itu, ketika terjadi kenaikan harga yang dapat menurunkan daya beli masyarakat, maka resep yang digunakan tidak boleh salah.

Jika resep yang dibutuhkan adalah racikan obat untuk menyembuhkan penyakit di sektor rantai pasok penawaran, maka resep yang dibuat harus banyak dari sisi fiskal alih-alih sisi moneter.

Sebaliknya, jika akar masalah berasal dari sisi permintaan, maka resep yang digunakan akan lebih banyak dari sisi moneter.

Berkaca pada hal tersebut, maka seharusnya besaran kebutuhan biaya kebijakan fiskal dan moneter bersifat fluktuatif. Kadang tinggi, namun pada satu waktu tertentu turun tajam.

Ketika operasi moneter sedang dibutuhkan, maka biaya operasi moneter akan naik signifikan. Sebaliknya, ketika rantai pasok yang harus diperbaiki, maka biaya kebijakan fiskal akan cenderung tinggi dan pada saat bersamaan biaya moneter cenderung melandai.

Pertanyaan terakhir, apakah fluktuasi kebutuhan biaya kebijakan fiskal dan moneter itu terjadi dalam kebijakan keuangan publik di Indonesia? Ataukah kedua biaya tersebut bersifat konstan apapun kondisi ekonomi yang dihadapi?

Publik harus jeli dan cerdas ketika pemerintah dan BI mencoba menjawab pertanyaan ini.

https://money.kompas.com/read/2023/10/30/062426426/menimbang-efektivitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke