Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menyoal "Food Estate" di Era Presiden SBY, Gagal atau Sukses?

KOMPAS.com - Proyek lumbung pangan atau juga dikenal dengan food estate terus menuai pro dan kontra. Polemik semakin panas jelang penyelenggaraan Pilpres 2024 karena program ini akan diteruskan salah satu paslon.

Banyak pihak mengkritik food estate karena dinilai gagal, merusak lingkungan, dianggap hanya menguntungkan perusahaan besar yang jadi investornya, hingga disebut-sebut meminggirkan hak masyarakat lokal.

Secara garis besar, food estate merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk melakukan pengembangan pangan secara terintegrasi baik dalam lingkup pertanian, perkebunan, peternakan pada suatu kawasan tertentu.

Lantaran kebanyakan dikembangan di era baru, maka food estate perlu membuka lahan dengan mengorbankan hutan. Program ini juga salah satu kebijakan pemerintah pusat yang telah masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) periode 2020-2024.

Sebagai program nasional, pelaksanaan food estate pun tersebar di hampir seluruh pulau besar di Indonesia. Mulai dari provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, hingga Papua.

Proyek yang nyaris serupa dengan food estate sejatinya pernah dijalankan di era Orde Baru, yakni kala Presiden Soeharto membuka ribuan hektar lahan gambut di Kalimantan Tengah untuk dijadikan sawah. Proyek ini berakhir dengan kegagalan, tidak diteruskan, dan terlanjur menimbulkan rusaknya ekologi.

Food estate era Presiden SBY

Di tangan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, program food estate kembali dihidupkan. Kali ini, nama program tersebut adalah Merauke Integrated Energi Estate atau MIFEE dan dimulai pada 2008.

Mengutip laman Kompaspedia Harian Kompas, pelaksanaan program MIFEE ditetapkan secara formil melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 dan Inpres Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.

Berbeda dengan food estate di era Orde Baru, pembukaan lahan untuk cetak sawah dalam program MIFEE dilaksanakan di Merauke, Papua. Luasan hutan yang dibuka mencapai 1,2 juta hektar.

Tujuan dari MIFEE adalah untuk memperkuat cadangan pangan nasional dan menjaga ketahanan pangan nasional. Janji-janji manis lainnya turut dipaparkan kepada para investor MIFEE.

Hadirnya para investor melangkahi batas-batas adat keramat warga, menggantinya menjadi batas-batas lahan yang dicaplok pemerintah untuk 36 investor.

Berbagai janji yang disebutkan pemerintah ditargetkan tercapai pada 2030 usai MIFEE berjalan stabil.

Janji tersebut antara lain Indonesia akan memiliki tambahan cadangan pangan sebesar 1,95 juta ton beras, 2,02 juta ton jagung, 167.000 ton kedelai, 64.000 ekor sapi, 2,5 juta ton gula, dan 937.000 ton CPO per tahun.

Turut dikatakan bahwa pendapatan per kapita Merauke akan terdongkrak menjadi Rp 124,2 juta per tahun pada 2030 dan penghematan devisa negara dari impor pangan hingga Rp 4,7 triliun.

Seiring berjalannya waktu, tujuan program MIFEE gagal tercapai. Sebaliknya, masyarakat dan lingkunganlah yang harus membayar kesalahan ambisi ini. Hutan sagu milik masyarakat lokal rusak.

Bahan makanan lokal menjadi kian sulit digapai. Sagu, ikan, dan daging rusa/babi menjadi langka setelah luasan lahan hutan yang begitu luas telah dikonversi.

Gelontoran dana miliaran rupiah habis untuk membangun akses ke wilayah-wilayah tak berpenduduk dan membuat lahan-lahan warga yang telah diambil terbengkalai (Kompas, 6/8/2010, Pengembangan Pangan: MIFEE, Berkah atau Kutuk?).

Tidak berhenti sampai situ, Presiden Yudhoyono kembali menghidupkan program food estate lain pada 2011 dengan nama Food Estate Bulungan.

Kali ini, lokasi yang dipilih adalah Kota Terpadu Mandiri Salim Batu, Kalimantan Utara, kemudian meluas ke kabupaten di wilayah Kalimantan Timur. Dalam program ini, dibuka lahan cetak sawah seluas 300.000 hektar untuk digarap oleh petani transmigrasi.

Program ketahanan pangan selanjutnya dilakukan pada 2013 yaitu program Food Estate Ketapang di Ketapang, Kalimantan Barat.

Program ini membuka lahan untuk mencetak sawah seluas 100.000 hektar. Hasilnya, hanya sekitar 0,11 persen lahan yang berhasil termanfaatkan.

Sama dengan proyek food estate Yudhoyono sebelumnya, proyek Food Estate Bulungan dan Ketapang kembali berujung pada kegagalan total.

Di Food Estate Ketapang, hingga Agustus 2013, hanya berhasil dikembangkan 100 hektar sawah dari 100.000 hektar yang telah digunduli. Sedangkan di Bulungan, hingga 2014 baru tercetak 1.024 hektar sawah dari 300.000 hektar yang sudah gundul.

Artikel ini bersumber dari berita di Harian Kompas berjudul "Program Pangan Nasional Food Estate".

https://money.kompas.com/read/2024/02/06/102410426/menyoal-food-estate-di-era-presiden-sby-gagal-atau-sukses

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke