Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tersandung Produk Derivatif Perbankan, Nasabah Siapkan Gugatan

Kompas.com - 30/01/2009, 14:22 WIB

JAKARTA, JUMAT — Tak kuat menahan pusing, seorang nasabah berniat menggugat perdata sebuah bank swasta. Pengusaha asal sebuah kota pesisir pantai utara Jawa ini benar-benar telah kehilangan kesabaran.

Setelah depositonya tak bisa cair, kredit modal kerjanya kepada bank itu terancam terkena status bermasalah. Kalau itu sampai terjadi, sebagai pengusaha, jelas itu sebuah malapetaka. Sebab, dia tak akan leluasa mencari pinjaman ke bank atau lembaga pengucur kredit yang lain.

Nasabah yang tidak mau disebutkan namanya itu menceritakan kisah nestapa yang dia derita bermula dari produk derivatif. Tengah tahun lalu, dia tergiur membeli produk derivatif bank, callable forward.

Dia meneken kontrak penjualan dollar Amerika Serikat (AS) ke bank berjangka waktu satu tahun. Harga jual atau harga strike yang dia sepakati sebesar Rp 9.650 per dollar AS. Ketika itu dia tergiur karena harga setiap dollar AS masih di kisaran Rp 9.100 dan perkiraan harga saat kontrak berjalan paling mentok Rp 9.575 per dolar AS. Intinya, dia yakin bakal untung menjalin kontrak itu.

Namun, keuntungan yang dia peroleh hanya sementara, sebab rupiah terjun bebas menembus Rp 10.000 per dollar AS sejak September 2008. Singkat cerita, si nasabah menderita kerugian karena harus menjual dollar AS dengan harga lebih rendah ketimbang harga pasar. Pihak bank tak menggubris keinginannya untuk menghentikan kontrak.

Kondisi semakin runyam karena dia juga mendapat kredit modal kerja dari bank yang sama. Sekarang, dia tak dapat melunasi kredit itu karena depositonya menjadi jaminan transaksi derivatif tadi. Buntutnya, dia juga tak bisa membebaskan sertifikat tanah dan rumah yang jadi jaminan kredit. Bahkan, bank mengancam kreditnya akan turun pangkat jadi kredit bermasalah.

Tak kunjung mencapai titik terang, pengusaha naas ini sedang mempersiapkan gugatan perdata terhadap bank. “Saya hanya ingin kontrak derivatif itu dihentikan,” ujar dia.

Si nasabah tak sendiri. Puluhan nasabah di berbagai kota lain yang menjadi korban produk derivatif itu juga berancang-ancang mengajukan gugatan serupa kepada bank.

Bank juga mengaku menanggung risiko

Bistok Simbolon, Analis Keuangan Media Direktorat Pengelolaan Devisa (BI), menjelaskan bahwa pada awalnya transaksi derivatif bertujuan menjadi instrumen lindung nilai (hedging) atas risiko akibat perubahan nilai tukar valuta dalam kegiatan ekspor-impor.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com