Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terjebak "Fenomena Stiglitz-Wise"

Kompas.com - 04/04/2009, 04:45 WIB
KOMPAS.com - SEKTOR finansial menjadi sektor dalam perekonomian yang paling terpukul oleh krisis keuangan dan ekonomi global. Dilihat dari nilai kerugian, angkanya mungkin melebihi kerugian sektor manufaktur sebagai sektor kedua paling terpukul yang sejauh ini sudah merumahkan lebih dari 30.000 pekerja.

Jika krisis finansial global disebut-sebut mengakibatkan lenyapnya nilai aset global hingga 50 triliun dollar AS, di Indonesia angkanya juga sangat spektakuler untuk ukuran skala pasar dan perekonomian lokal.

Seorang panelis pada Diskusi Panel Ahli Ekonomi Kompas mengatakan, akibat krisis global, 60 persen konglomerat di Indonesia nyaris tersapu habis networth-nya. BUMN keuangan juga tergerus tajam labanya.

Akibat terpuruknya harga saham, kerugian yang dialami investor di pasar modal, seperti dilaporkan Infobank, sudah mencapai Rp 457,31 triliun hanya dalam kurun Oktober-September 2008 karena kapitalisasi pasar anjlok dari Rp 1.464,32 triliun menjadi Rp 1.007,01 triliun. Dalam setahun (akhir 2008 dibandingkan dengan akhir 2007), kerugian mencapai Rp 911,83 triliun!

Ditambah sejumlah kasus yang sempat mencoreng citra pasar modal dan finansial, banyak investor memilih menarik diri.

Kondisi sama terjadi di perbankan. Menurut seorang panelis, periode 2007-2008 bisa dikatakan adalah masa bulan madu bagi perbankan Indonesia, yang mencetak rekor demi rekor kinerja yang sangat fantastis. Aset perbankan untuk pertama kali menembus Rp 200 triliun, jauh melampaui volume APBN yang kini Rp 1.000 triliun. Dana masyarakat meningkat pesat, mencapai Rp 1.750 triliun. Pertumbuhan kredit 2009 juga mencapai angka rekor 31 persen (di atas target BI yang 24 persen) dengan volume kredit dua tahun terakhir melampaui Rp 1.000 triliun.

Namun, ia pesimistis kondisi itu bisa berlanjut tahun ini. Perbankan secara keseluruhan mengalami keketatan likuiditas kendati kondisinya tak merata untuk semua bank. Adanya kepercayaan yang hilang, ditambah kasus-kasus yang sempat menimpa sejumlah bank, seperti Bank Century dan BPR Tripanca, bank jadi semakin risk averse.

Mereka memilih mencari aman dengan menjaga likuiditas lebih tinggi dari yang dibutuhkan dan memilih menaruh dana di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ketimbang meminjamkan kepada bank lain yang kekurangan likuiditas atau melakukan ekspansi kredit ke nasabah.

Kondisi likuiditas ketat ini bakal menjadi-jadi dengan meningkatnya penerbitan instrumen surat utang oleh pemerintah untuk pembiayaan APBN.

Kecenderungan risk averse, ditambah lagi adanya informasi yang asimetris, membuat mekanisme transmisi kebijakan moneter oleh bank sentral pun tak jalan. Seharusnya, penurunan BI Rate oleh Bank Indonesia diikuti oleh penurunan suku bunga kredit. Tetapi ini tak terjadi. Dalam istilah panelis, perbankan terjebak ”Fenomena Stiglitz- Wise”.

Untuk mengatasi situasi ini, panelis mengatakan, diperlukan langkah-langkah untuk memperbaiki arus informasi dan juga tingkat kepercayaan. Salah satu yang diminta perbankan adalah adanya jaminan terhadap pinjaman antarbank, tetapi gagasan ini ditolak pemerintah antara lain karena alasan moral hazard.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Whats New
OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

Whats New
Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan 'Buyback' Saham

Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan "Buyback" Saham

Whats New
Layanan LILO Lion Parcel Bidik Solusi Pergudangan untuk UMKM

Layanan LILO Lion Parcel Bidik Solusi Pergudangan untuk UMKM

Whats New
60 Persen Pekerja RI Bekerja di Sektor Informal dan Gig, Hadapi Tantangan Keterbatasan Akses Modal

60 Persen Pekerja RI Bekerja di Sektor Informal dan Gig, Hadapi Tantangan Keterbatasan Akses Modal

Whats New
Surat Utang Negara adalah Apa?

Surat Utang Negara adalah Apa?

Work Smart
Luhut Minta Kasus Tambak Udang di Karimunjawa Tak Terulang Lagi

Luhut Minta Kasus Tambak Udang di Karimunjawa Tak Terulang Lagi

Whats New
Kemenhub Bebastugaskan Sementara Kepala Kantor OBU Wilayah X Merauke yang Diduga KDRT

Kemenhub Bebastugaskan Sementara Kepala Kantor OBU Wilayah X Merauke yang Diduga KDRT

Whats New
Demi Tingkatkan Kinerja, Bakrie & Brothers Berencana Lakukan Kuasi Reorganisasi

Demi Tingkatkan Kinerja, Bakrie & Brothers Berencana Lakukan Kuasi Reorganisasi

Whats New
Seberapa Penting Layanan Wealth Management untuk Pebisnis?

Seberapa Penting Layanan Wealth Management untuk Pebisnis?

BrandzView
Kejar Produksi Tanaman Perkebunan Menuju Benih Unggul, Kementan Lakukan Pelepasan Varietas

Kejar Produksi Tanaman Perkebunan Menuju Benih Unggul, Kementan Lakukan Pelepasan Varietas

Whats New
Pemerintah Siapkan 2 Hektar Lahan Perkebunan Tebu di Merauke

Pemerintah Siapkan 2 Hektar Lahan Perkebunan Tebu di Merauke

Whats New
Mudahkan Reimbursement Perjalanan Bisnis, Gojek Bersama SAP Concur Integrasikan Fitur Profil Bisnis di Aplikasi

Mudahkan Reimbursement Perjalanan Bisnis, Gojek Bersama SAP Concur Integrasikan Fitur Profil Bisnis di Aplikasi

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Biaga hingga BCA

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Biaga hingga BCA

Whats New
Harga Emas Terbaru 17 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 17 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com