Dari 91 proyek yang ditawarkan, sampai kini baru 4 yang sudah beroperasi, sementara 9 proyek dalam tahap konstruksi. Minimnya respons ini membuat Pertemuan puncak kedua sempat tertunda-tunda. Pada Indonesia Infrastructure Conference and Exhibition (IICE) 2006, pemerintah kembali menawarkan 10 model proyek infrastruktur.
Dari 10 proyek, hanya satu yang sudah mencapai proses penandatanganan kontrak, satu lainnya akan masuk tahap tender Juni 2009. Lemahnya respons investor ini, menurut Direktur Bank Pembangunan Islam (IDB) Bambang PS Brodjonegoro, disebabkan beberapa persoalan mendasar, seperti problem terkait pembebasan lahan yang belum dituntaskan.
Selain itu juga belum ada kepastian hukum bagi partisipasi swasta, termasuk masalah penetapan tarif yang terlalu sarat dipengaruhi oleh kepentingan politik ketimbang kepentingan bisnis sektor swasta.
”Di satu sisi, Infrastructure Summit sukses dalam menarik minat investor global, tetapi di sisi lain, pemerintah sendiri tak
Deputi Menko Perekonomian Bidang Prasarana dan Pengembangan Wilayah Bambang Susantono tak sependapat bahwa minimnya respons pada Pertemuan Puncak Infrastruktur merupakan sebuah kegagalan. Menurut dia, persoalannya tak sesederhana itu. Terkait revisi peraturan perundangan di bidang infrastruktur, misalnya, pemerintah harus hati-hati dan tetap memerhatikan kepentingan publik yang lebih besar serta konsumen/pengguna infrastruktur.
Susantono sendiri lebih melihat peran penting pertemuan puncak itu sebagai momentum reformasi bidang infrastruktur di Indonesia. Pemerintah dipaksa berbenah terkait masalah peraturan perundangan yang selama ini menghambat masuknya swasta, pembebasan lahan, pembagian risiko, insentif kebijakan, rezim dan mekanisme tarif, batasan kepemilikan, serta tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah.
Setiap sektor memiliki karakteristik persoalan sendiri sehingga perlu perlakuan yang berbeda pula. Untuk jalan tol, kendala utama adalah masalah pembebasan lahan. Untuk listrik, kendala terkait persepsi tentang kelayakan kredit (
Untuk transportasi, seperti bandara, pelabuhan, dan stasiun kereta api, karena undang-undang baru, belum tersedia peraturan pelaksanaan investasi di bawahnya. Sementara untuk air bersih, permasalahan terutama menyangkut kepastian tentang pasokan air baku, persetujuan DPRD, dan mekanisme kenaikan tarif otomatis.
Tahun ini, menurut Susantono, hampir semua revisi peraturan perundangan berhasil dituntaskan, kecuali Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang tengah dibahas bersama DPR. Dari sisi kendala pembiayaan, pemerintah sudah membentuk Infrastructure Fund dan Guarantee Fund. Dari sisi kendala pengadaan lahan, pemerintah telah menyediakan sejumlah instrumen kebijakan, seperti
Dalam istilah pemerintah, rezim regulasi infrastruktur sekarang ini sudah berubah wajah dari yang ada sebelumnya. Jika sebelumnya pemerintah mendominasi hampir semua pembangunan infrastruktur, kini dibuka pintu seluas-luasnya bagi keterlibatan swasta. Selain itu, ada batasan jelas antara posisi regulator dan operator. Penentuan tarif juga tidak lagi diatur sepihak oleh pemerintah. Alokasi anggaran juga terus diperbesar.
Namun, itu semua tak serta- merta membuat swasta bakal berbondong-bondong masuk ke Indonesia.
Dalam banyak kasus, menurut Suyono, kendala justru ada pada lemahnya