Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis Pun Menolak Boediono

Kompas.com - 13/05/2009, 17:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Penolakan terhadap figur Boediono yang hampir pasti akan menjadi calon wakil presiden (cawapres) SBY, juga disuarakan oleh kalangan aktivis. Boediono yang selama ini menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) lebih dikenal sosok neoliberalisme yang mempermudah segala bentuk intervensi asing masuk ke Indonesia.

Rabu (13/5) siang di Jakarta, beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Untuk Perubahan menyatakan menolak pemilu presiden dari segala bentuk intervensi asing, berkedok bantuan luar negeri.

"Kami juga secara tegas menolak capres dan cawapres yang sama sekali tidak memiliki visi dan misi kerakyatan yang jelas. Gerakan Rakyat Untuk Perubahan menolak capres dan cawapres yang berparadigma neoliberal yang tunduk kepada kepentingan dan intervensi asing," ujar Ketua Umum Pemuda Tani Supriyanto saat menggelar jumpa pers.

Turut hadir beberapa LSM yang menyuarakan hal yang sama, antara lain Rahman Thoha, Ketua Umum KAMMI, Adi PMKRI serta Andriyanto dari Prodem. Supriyanto menegaskan, fakta yang ada sekarang ini, rakyat hanya dibuat semakin bingung atas sikap para elite politik dalam melakukan manuver-manuver yang kerap berubah-ubah.

"Rakyat hanya diajarkan bagaimana caranya untuk mengejar kekuasaan dan sama sekali tidak berlandaskan pada program pro rakyat. Sikap kita tegas, menolak capres dan cawapres yang jadi antek asing. Neolib hanya mengandalkan utang luar negeri dan privatisasi BUMN. Bagi kami, resistensi Boediono sangat tinggi terutama di kalangan mahasiswa karena dikenal neolib. Belum lagi masalah utang luar negeri yang sangat besar yang akan menjadi beban generasi muda. 20 persen APBN hanya kita dipakai untuk membayar utang," tandas Supriyanto.

Rahman Thoha, Ketua Umum KAMMI, menambahkan, Gerakan Rakyat Untuk Perubahan menolak capres dan cawapres 'kosmetik' saja. Yang hanya bisa mengeluarkan jargon politik semata yang sebetulnya tak pernah bisa direalisasikan. Rekam jejak bangsa ini, ujar Rahman, telah menggoreskan sejarah, adanya penjualan sumber daya alam ke asing, privatisasi, liberalisasi, dan masih menerima utang baru yang hingga kini makin menumpuk.

"Bangsa ini membutuhkan capres dan cawapres yang berani melawan intervensi asing. Punya keberanian dalam melaksanakan ekonomi kerakyatan dan berani menolak utang luar negeri. Selain itu, bangsa ini juga membutuhkan pemimpin yang berani perjuangkan hak-hak rakyat, melepas penderitaan dan penindasan yang saat ini masih terjadi," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com