Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mistar, dari TKI Menjadi Pengusaha Roti

Kompas.com - 25/06/2009, 09:54 WIB

KOMPAS.com — Tahun 1998 Mistar adalah pemuda gamang yang baru lulus diploma tiga Jurusan Tata Niaga, Akademi Maritim Belawan, Sumatera Utara. Krisis ekonomi di dalam negeri membuat dia memutuskan bekerja di Malaysia sebagai tenaga kerja Indonesia atau TKI. Kini, Mistar dikenal sebagai pengusaha roti dengan 70 karyawan yang bergantung pada usahanya itu. Usaha roti berlabel Family milik Mistar terletak di Dusun V, Pasar I, Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat, Sumut. Rumah sekaligus pabrik rotinya itu dipenuhi dengan tumpukan kayu bakar dan berkarung-karung roti kering retur.

”Sebenarnya banyak mantan TKI yang berhasil. Beberapa teman saya dulu juga sudah membuka usaha sendiri dan maju,” tutur Mistar, bapak dua anak itu, merendah.

Selepas menyelesaikan program D-3, Mistar mengaku bingung mau bekerja apa dan di mana. Apalagi saat itu tahun 1998, Indonesia tengah dilanda krisis moneter dan banyak karyawan yang justru terkena pemutusan hubungan kerja, termasuk sang ayah, Muhammad Sari, dan pakciknya, Suryadi.

Mereka semula bekerja di sebuah pabrik roti di Tanjungpura. Toko roti itu tutup. Sang ayah lalu membuka kedai kebutuhan pokok di rumah mereka yang berbatasan dengan kebun kelapa sawit PTPN II Tanjung Beringin, sedangkan Suryadi bekerja mocok-mocok pada orang lain. ”Saya sempat mau bekerja di pabrik elektronik di Tanjung Morawa,” kata Mistar.

Namun, saat dia hendak mengikuti pelatihan ke Jakarta, tes kesehatannya tidak memenuhi syarat. Maka, Mistar pun kembali ke rumah. Tahun 1999, dia memutuskan mendaftarkan diri menjadi TKI ke Malaysia.

Motivasi kerjanya sejak awal memang tidak semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan itu sendiri, tetapi lebih guna mengumpulkan modal untuk membuka usaha di kampungnya sendiri. ”Banyak anggota keluarga kami yang tidak punya pekerjaan. Saya juga tidak pernah berpikir untuk menjadi pegawai negeri sipil atau tentara,” kata Mistar.

Negeri Sembilan

Mistar kemudian diterima bekerja di pabrik tekstil di Negeri Sembilan, Malaysia. Ketika itu dia mendapat gaji pokok sebesar 430 ringgit per bulan. Namun, pada praktiknya dalam sebulan ia bisa menerima sampai 1.000 ringgit karena banyak kerja lembur.

Dia bercerita, banyak temannya sesama TKI yang menggunakan uang hasil kerja di Malaysia itu untuk membeli tanah atau membangun rumah. Namun, setelah kembali ke Tanah Air mereka justru tidak mempunyai pekerjaan. Kondisi seperti itu menambah motivasi Mistar untuk membuka usaha sendiri. ”Rencana saya itu cuma dua tahun bekerja di Malaysia, tetapi uangnya belum terkumpul cukup. Jadinya selama tiga tahun saya menjadi TKI di sana,” katanya.

Mistar mengenang, sekitar delapan bulan sebelum kembali ke kampung halaman pada 2002, dia mengirimkan uang Rp 20 juta kepada sang bapak. Uang itu digunakan oleh ayah dan pakciknya untuk modal membuka usaha roti yang kemudian diberi merek Family.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com