Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Terjebak Impor Pangan

Kompas.com - 24/08/2009, 05:50 WIB

Berdasarkan data dari Departemen Perindustrian, impor bahan baku susu bagi industri susu maupun industri makanan mencapai 655 juta dollar AS per tahun. Bila ditambah impor dalam bentuk produk olahan, angkanya naik 140 juta dollar AS lagi menjadi 795 juta dollar AS.

Guru besar ilmu ekonomi Institut Pertanian Bogor yang sekaligus Sekretaris Jenderal Asia Pacific Agricultural Policy Forum, Hermanto Siregar, Minggu (23/8) di Bogor, Jawa Barat, mengungkapkan, dampak langsung impor pangan adalah terkurasnya devisa negara.

”Karena kita harus mengeluarkan uang untuk mengimpor, potensi pendapatan negara berkurang sebesar nilai impor yang dikeluarkan,” ujar Hermanto.

Adapun dampak tidak langsung berupa kehilangan peluang penyerapan tenaga kerja yang lebih besar. Keinginan untuk mengurangi jumlah penganggur tidak bisa maksimal. Padahal, dengan memproduksi pangan sendiri, peluang kerja terbuka luas.

”Kita bisa bayangkan dengan anggaran 4,7 miliar dollar AS akan menyerap berapa banyak tenaga kerja,” katanya.

Karena itu, komoditas apa pun yang memungkinkan untuk diproduksi sendiri harus dilakukan secara optimal oleh pemerintah dan semua pemangku kepentingan. Sambil meningkatkan produksi, pengembangan industri berbasis pertanian juga harus dilakukan agar bisa mendapatkan nilai tambah. Ini manfaatnya besar bagi makroekonomi.

Bagi komoditas yang belum mampu diproduksi sendiri seperti kedelai dan gandum karena merupakan tanaman subtropis, perlu adanya langkah strategis melakukan substitusi. Karena kehilangan potensi peluang kerja, secara otomatis hilang juga potensi peningkatan daya beli masyarakat. Daya beli merupakan faktor penting menggerakkan perekonomian dan keberlangsungan industri.

Tidak adil

Ahli Peneliti Utama Bidang Kebijakan Pertanian Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Husein Sawit, mengatakan, berlaku ramah terhadap produk impor sama halnya dengan membiarkan ketidakadilan berlaku di hadapan kita. Impor pangan sebagian besar berasal dari negara maju seperti AS, Australia, Kanada, dan Uni Eropa.

Harga komoditas pangan impor dari negara-negara tersebut murah akibat subsidi yang besar yang terkait dengan subsidi ekspor. ”Ini tidak adil karena petani kita yang berlahan sempit harus berhadapan dengan komoditas pertanian impor yang disubsidi besar,” katanya.

”Orang lain ada yang bilang lebih baik impor karena harga murah. Namun, ini tidak bisa karena impor tidak bisa menyubstitusi kebutuhan masyarakat terhadap pekerjaan,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com