TAHUN ini merupakan tahun terakhir bagi Presiden Jokowi dalam pencapaian target angka kemiskinan ekstrem mencapai atau mendekati nol persen.
Angka ini menjadi bagian penting dari target Sustainable Development Goals (SDGs) yang berbunyi “By 2030, eradicate extreme poverty for all people everywhere”.
Kemiskinan ekstrem juga bagian dari ukuran kemiskinan global. Artinya ukuran ini nantinya dapat digunakan untuk membandingkan kondisi kemiskinan di Indonesia dengan negara lainnya.
Sampai saat ini, ukuran yang digunakan dalam kemiskinan ekstrem masih mengacu pada 1,90 dollar AS (2011 Purchasing Power Parity) per kapita per hari.
Nilai PPP digunakan untuk membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara dengan memperhitungkan perbedaan harga kebutuhan dasar. Sehingga bukan dengan menggunakan ukuran nilai tukar kurs dollar AS terhadap rupiah yang berlaku saat ini.
Secara nasional penduduk yang memiliki pengeluaran kurang dari 1,90 dollar AS PPP per kapita per hari inilah yang dikategorikan sebagai penduduk miskin ekstrem.
Dalam satu dekade terakhir mengutip data dari World Bank, penurunan tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia cukup meyakinkan. Angka kemiskinan ekstrem di Indonesia mampu turun mencapai 5,06 poin persen, yaitu turun dari 6,18 persen pada 2014 menjadi 1,12 persen pada 2023.
Selain itu, penurunan ini bahkan lebih cepat dibandingkan dengan penurunan angka kemiskinan reguler yang dirilis BPS.
Data BPS, secara nasional angka kemiskinan pada periode 2014 – 2023 hanya mampu turun sebesar 1,89 poin persen, yaitu turun dari 11,25 persen pada 2014 menjadi 9,36 persen pada 2023.
Tren positif penurunan angka kemiskinan ekstrem sampai saat ini tentu menjadi kabar menggembirakan pada masa akhir pemerintahan Presiden Jokowi. Pasalnya target angka kemiskinan ekstrem untuk mencapai atau mendekati nol persen sudah ada di depan mata.
Namun jika ditilik lebih dalam lagi, ada hal yang masih menjadi PR di balik pencapaian ini. Yaitu mereka yang secara status termasuk dalam penduduk tidak miskin ekstrem, tetapi sebenarnya masih berstatus penduduk miskin.
Mereka secara posisi hanya berada sedikit di atas garis kemiskinan ekstrem dan masih berada di bawah garis kemiskinan.
Perlu kita ingat kembali bahwa pada 2014, angka kemiskinan tercatat sebesar 11,25 persen, sementara angka kemiskinan ekstrem adalah 6,18 persen.
Artinya masih ada angka sebesar 5,07 persen merupakan penduduk yang berstatus tidak miskin ekstrem, tetapi sebenarnya masih termasuk dalam kelomopok penduduk miskin.
Sementara pada 2023, angka kemiskinan ekstrem tercatat sebesar 1,12 persen dengan angka kemiskinan sebesar 9,36 persen.