Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waduh, Belanja Negara Bocor?

Kompas.com - 26/08/2009, 07:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggaran belanja negara yang dialokasikan dalam APBN disinyalir mengalami kebocoran sehingga fungsi APBN untuk mendorong pertumbuhan dan memeratakan perekonomian tidak berjalan efektif.

”Belanja APBN rata-rata mencapai 20 persen atau seperlima dari nominal produk domestik bruto (sekitar Rp 6.000 triliun pada 2010). Namun, peranan belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi rata-rata hanya 6-8 persen terhadap PDB. Saya menduga, kebocoran ini mengalir ke konsumsi rumah tangga. Ini terjadi sejak zaman Orde Baru sehingga perlu reformasi besar-besaran di belanja negara,” ujar anggota Komisi XI DPR, Dradjad H Wibowo, di Jakarta, Selasa (25/8).

Menurut Dradjad, rendahnya peranan belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan APBN belum berfungsi efisien dan efektif. Sebab, banyak anggaran proyek yang sama sekali tidak mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sebagai contoh, di Departemen Pendidikan Nasional banyak proyek yang tidak terkait dengan upaya mencerdaskan anak bangsa, tetapi hanya memperkaya diri orang-orang yang terkait dengan proyek-proyek itu. Pada hampir semua departemen terdapat program atau proyek yang mubazir, seperti anggaran perjalanan dinas yang terlalu besar.

Kecenderungan yang sama terjadi di APBD. Bahkan, di beberapa daerah ada keinginan kuat mendahulukan pengadaan barang dari impor sehingga tidak mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Akibatnya, tujuan belanja negara untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi dan memeratakan hasilnya ke semua daerah tidak tercapai.

Atas dasar itu, ujarnya, Departemen Keuangan dan Bappenas perlu bertindak tegas memangkas anggaran proyek yang sama sekali tidak terkait usaha mendorong pertumbuhan ekonomi. Depkeu dan Bappenas perlu melakukan investigasi atas beberapa proyek agar mendapatkan legitimasi pemangkasan anggaran.

”Saya belum yakin apakah peranan 8 persen dari belanja negara pada perekonomian bisa tercapai. Hambatannya bukan hanya teknis karena banyak ahli di Depkeu dan Bappenas yang bisa menetapkan rencana pembangunan dengan baik. Hambatannya mungkin politis,” ujarnya.

Unsur-unsur belanja negara yang dianggap memberikan peranan langsung pada pertumbuhan ekonomi adalah belanja barang dan modal. Belanja barang tahun 2009 ditetapkan Rp 87,9 triliun atau naik Rp 31 triliun dari realisasi tahun 2008. Adapun tahun 2010 belanja barang direncanakan mencapai Rp 100,2 triliun.

Sementara itu, anggaran belanja modal tahun 2009 dialokasikan Rp 74,3 triliun atau naik Rp 1,5 triliun dari realisasi 2008, yakni Rp 72,8 triliun. Tahun 2010 anggaran belanja modal akan naik menjadi Rp 76,9 triliun.

Anggaran belanja modal dan barang itu lebih rendah dari total belanja negara dalam APBN. Belanja negara pada RAPBN 2010 ditargetkan Rp 1.009,5 triliun, naik Rp 3,8 triliun dari alokasi 2009, yakni Rp 1.005,7 triliun.

Anggaran belanja negara sebagian besar mengalir ke sektor konsumtif, antara lain belanja pegawai di daerah. (OIN/FAJ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prudential Gandeng Mandiri Investasi, Luncurkan Subdana untuk Nasabah Standard Chartered

Prudential Gandeng Mandiri Investasi, Luncurkan Subdana untuk Nasabah Standard Chartered

Earn Smart
Pertamina Peringkat Ketiga Perusahaan Terbesar di Asia Tenggara Versi Fortune 500

Pertamina Peringkat Ketiga Perusahaan Terbesar di Asia Tenggara Versi Fortune 500

Whats New
Marak PHK di Industri Tekstil, Asosiasi: Ribuan Pekerja Belum Terima Pesangon

Marak PHK di Industri Tekstil, Asosiasi: Ribuan Pekerja Belum Terima Pesangon

Whats New
Daya Saing Indonesia Terbaik ke-27 Dunia, Ungguli Jepang dan Malaysia

Daya Saing Indonesia Terbaik ke-27 Dunia, Ungguli Jepang dan Malaysia

Whats New
10 Raja Terkaya di Dunia, Raja Inggris Tak Masuk Daftar

10 Raja Terkaya di Dunia, Raja Inggris Tak Masuk Daftar

Earn Smart
BPR Perlu Percepatan Digitalisasi untuk Hadapi Tantangan Global

BPR Perlu Percepatan Digitalisasi untuk Hadapi Tantangan Global

Whats New
Apakah Indonesia Mampu Ciptakan “Kemandirian Beras”?

Apakah Indonesia Mampu Ciptakan “Kemandirian Beras”?

Whats New
Puncak Arus Balik Libur Idul Adha 2024, KAI Layani 168.631 Penumpang

Puncak Arus Balik Libur Idul Adha 2024, KAI Layani 168.631 Penumpang

Whats New
PHK Karyawan Tokopedia Dikhawatirkan Berdampak ke UMKM, Mengapa?

PHK Karyawan Tokopedia Dikhawatirkan Berdampak ke UMKM, Mengapa?

Whats New
BRI Dukung UMKM Produk Dekorasi Rumah Tembus Pasar Internasional

BRI Dukung UMKM Produk Dekorasi Rumah Tembus Pasar Internasional

Whats New
OJK Sebut Kredit Macet Perbankan Turun Setelah Pandemi

OJK Sebut Kredit Macet Perbankan Turun Setelah Pandemi

Whats New
Harga Koin Meme Pepe Melonjak 820 Persen Sejak Awal Tahun

Harga Koin Meme Pepe Melonjak 820 Persen Sejak Awal Tahun

Earn Smart
Mengenal Layanan SEO Cryptocurrency Unggulan dari Arfadia untuk Bisnis Blockchain

Mengenal Layanan SEO Cryptocurrency Unggulan dari Arfadia untuk Bisnis Blockchain

Whats New
10 Kota Termahal di Dunia untuk Ekspatriat, 2 Ada di Asia

10 Kota Termahal di Dunia untuk Ekspatriat, 2 Ada di Asia

Whats New
High-speed Sleeper Train Perdana Beroperasi di Hong Kong, Segini Harga Tiketnya

High-speed Sleeper Train Perdana Beroperasi di Hong Kong, Segini Harga Tiketnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com