JAKARTA, KOMPAS.com —
Demikian diungkapkan secara terpisah oleh pengamat hukum perbankan Pradjoto, Kepala Ekonom Bank Mandiri Mirza Adityaswara, dan Kepala Ekonom BNI Tony Prasetiantono, akhir pekan lalu di Jakarta.
Seperti diberitakan, penyelamatan Bank Century dituding bisa menimbulkan potensi kerugian negara Rp 5 triliun. Penyelamatan bank hasil merger CIC, Danpac, dan Pikko tersebut juga dituding melanggar hukum karena masih menggunakan aturan yang sebenarnya sudah ditolak DPR, yaitu Perppu No 4/2008 tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK).
Menurut Pradjoto, argumen yang menyatakan bahwa Bank Century diselamatkan atas dasar Perppu No 4/2008 tentang JPSK tidak tepat.
”Perppu tersebut hanya berjalan di forum KSSK untuk menetapkan apakah Century dalam keadaan sistemik atau tidak, sementara proses penyelamatan yang dilakukan LPS, sepenuhnya tunduk kepada UU LPS,” tutur Pradjoto.
Dengan melihat gambaran tersebut maka yang menjadi masalah sebetulnya adalah mengapa Bank Century bisa dikatakan sistemik.
Hanya saja, lanjut Pradjoto, hal itu sulit diukur karena tidak mungkin menggunakan parameter yang berlaku saat ini untuk menjangkau masa lampau.
”Jika terjadi keadaan bank seperti yang dahulu dialami Century pada saat ini, kemungkinan besar bank bersangkutan akan ditutup. Artinya, persoalan sistemik yang dialami Century sangat dipengaruhi krisis ekonomi global saat itu,” katanya.
Jadi, menurut dia, masalah Bank Century bukanlah persoalan kerugian negara atau polemik hukum, melainkan masalah politik.