Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/09/2009, 05:21 WIB
 
 

Elvyn G Masassya, praktisi keuangan

KOMPAS.com - Belum lama ini di Jawa Barat seseorang melakukan pengumpulan dana dari masyarakat. Ia menjanjikan hasil berlipat ganda. Hasil investasi akan dikembalikan kepada peserta menjelang Lebaran. Pengumpulan dana itu diistilahkan sebagai ”Tabungan Lebaran”. Ternyata dana yang telah dikumpulkan raib tak berbekas.

Kenapa hal semacam itu terus terjadi? Bagaimana sang pelaku bisa leluasa beroperasi? Dan mengapa kasus terkuak tatkala ”investasi” yang dilakukan gagal?

Pelaku sebenarnya beroperasi seperti bank. Ia mengumpulkan dana secara rutin dari masyarakat dalam jumlah tidak terlalu besar. Namun, karena pengumpulan dana dilakukan secara terus-menerus, maka dana terakumulasi. Ini persis seperti penghimpunan dana tabungan, tapi tentu saja ini ilegal karena yang diperkenankan menghimpun dana masyarakat hanya bank dan mesti mendapatkan izin dari Bank Indonesia.

Kenapa pelaku bisa menjalankan operasinya? Jelas, karena ia tidak menyebut diri sebagai bank. Dia bergerak seperti lembaga investasi atau fund manager. Boleh jadi juga pengumpulan dana tersebut disebut sebagai arisan investasi. Konkretnya, dia menawarkan imbal hasil tertentu dari dana yang dihimpun untuk kemudian dikembalikan menjelang Lebaran. Bagi ”orang kecil”, ide semacam itu bisa sangat menarik karena iming-iming yang diberikan adalah sejumlah uang untuk Lebaran.

Bagaimana pelaku bisa memutar dana yang dihimpun dan kemudian dikembalikan kepada peserta dalam jumlah yang menarik? Mudah ditebak. Dana yang dihimpun sebenarnya oleh si penghimpun dipakai sebagai modal kerja untuk kegiatan bisnis, apa pun jenis bisnisnya. Jika kondisi ekonomi sedang baik dan bisnis berkembang pesat, tentu bukan hal sulit untuk mendapatkan keuntungan.

Besar keuntungan

Berapa besar keuntungannya? Jika dalam beberapa tahun terakhir bunga kredit bank adalah sekitar 15 persen per tahun, tentu bisnis yang ia jalankan mestinya bisa memberikan keuntungan di atas 15 persen. Dengan hitungan sederhana seperti itu, tentu bukan hal sulit baginya untuk berbagi keuntungan dengan para pemilik dana yang telah ”meminjamkan” dana dalam bentuk tabungan Lebaran. Dengan kata lain, dia bisa saja memberikan imbal hasil di atas 10 persen per tahun kepada pemilik dana.

Pada tahun ini dia gagal karena kondisi ekonomi memang tengah buruk sehingga bisa jadi keuntungan dari bisnis yang dijalankan sangat rendah atau bahkan merugi. Dengan demikian, dia tidak memiliki dana cukup untuk bisa dibagikan sebagai kontra prestasi bagi para pemilik dana.

Itu adalah asumsi jika dana digunakan secara benar, yakni untuk menjalankan bisnis. Dan itu bisa diketahui dari persentase imbal hasil yang dibagikan kepada peserta, yakni sekitar 10 sampai 15 persen per tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com