Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Survei YLKI Dipertanyakan Pejabat

Kompas.com - 01/07/2010, 16:17 WIB

DENPASAR, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Bali I Putu Armaya SE menyesalkan adanya bantahan dari salah seorang pejabat pusat mengenai hasil survei pihaknya menyangkut penggunaan elpiji tiga kilogram di Pulau Dewata.

"Salah seorang pejabat pada Kementerian Koordinator Kesejahteran Rakyat telah membantah kebenaran dari hasil survei yang telah kami lalukan. Ini sangat kami sesalkan," kata Armaya di Denpasar, Kamis (1/7/2010).

Dalam pernyataannya lewat media masa, oknum pejabat tersebut meragukan bahkan pengaku tidak percaya dengan hasil survei yang dilakukan YLKI Bali terhadap ratusan responden pengguna elpiji tiga kilogram di beberapa lokasi di Bali.

"Pejabat tersebut dalam salah satu wawancara dengan sebuah TV Swasta mengatakan tidak percaya dengan hasil survei YLKI Bali, karena responden samplingnya hanya berjumlah 200 orang," katanya.

Menurut Armaya, bantahan tersebut sangat tidak beralasan karena YKLI Bali dalam melakukan survei tersebut selalu berpijak pada kultur Bali.

"Di Bali, kami mewawancarai salah seorang klian banjar atau kepala dusun, maka dia berbicara bukan atas data dirinya sendiri, melainkan mewakili fakta yang ada di lingkungannya. Bila dalam satu banjar ada 200 kepala keluarga (KK), maka dia berbicara atas nama 200 KK tersebut," katanya.

Ia mengimbau agar pejabat pada kementerian itu dapat mempelajari dulu kultur Bali bebelum berani berbicara.

"Bila YLKI Bali menggunakan sampling 200 orang dari dua kota besar di Bali, yakni Denpasar dan Buleleng, maka secara random hal ini cukup mewakili konsumen pengguna tabung elpiji tiga kilogram," ucapnya.

Jadi, lanjut dia, 200 responden tersebut bisa mewakili lebih dari 2.000 konsumen di seluruh Bali.

Dikatakan, pihaknya melakukan survei di tiga lokasi di Bali, yaitu Denpasar, Badung dan Buleleng yang berpenduduk cukup padat di Pulau Dewata.

Dari hasil survei tersebut menunjukkan, 90 persen dari responden sudah tidak menggunakan tabung Elpiji tiga kg yang dikonversi, setelah munculnya berbagai kasus ledakan dan korban jiwa di tanah air.

Tidak hanya korban jiwa, akibat dari adanya kesalahan dalam pemakaian tabung tiga kg itu juga telah menimbulkan kerugian material dalam jumlah yang cukup besar.

Bahkan, kata Armaya, tiga desa di Kabupaten Buleleng, yaitu Desa Pedau, Tigawasa dan Sidatapa, Kecamatan Banjar, ramai-ramai telah mdenjual tabung gas Elpiji 3 kg yang sempat diperolehnya.

"Banyak warga di tiga desa itu yang telah menjual tabungnya secara murah, kemudian beralih ke kayu bakar, dengan alasan demi keamanan, takut meledak dan sebagainya," ujar Armaya, geram.

Menurut dia, sejak mendapatkan konversi tabung tersebut, warga di daerah itu mengaku tidak pernah mendapat penjelasan yang memadai tentang tata cara penggunaan barang yang baru diperolehnya itu.

Armaya yang juga aktivis pada organisasi kepemudaan di Bali itu menyebutkan, untuk warga Denpasar dan Badung, rata-rata sebanyak 80 persen tidak mau menggunakan tabung elpiji dengan alasan yang sama.

Perbedaannya, mereka tidak mau beralih ke kayu bakar, tetapi dengan menggunakan kompor minyak tanah.

"Tentunya dengan minyak tanah non-subsidi yang harganya mulai dari Rp 7 ribu hingga Rp 9 ribu per liter," katanya.

Selain itu, sebagian kecil konsumen terungkap berlalih ke tabung gas 12 kg dengan harga non-subsidi.

"Rata-rata konsumen yang ada di Denpasar dan Badung mengaku tidak menjual tabungnya, tetapi mereka tidak mau pakai lagi dengan alasan keamanan. Sedangkan masalah sosialisasi, alasannya sama dengan yang di Buleleng, yakni tidak ada penjelasan detail dari yang berwenang," ujarnya.

Sementara di Denpasar dan Badung maupun yang ada di Buleleng, sebanyak 97 persen sama-sama mengaku tidak tahu tentang karet pengaman, selang, regulator bahkan tabung yang memenuhi SNI.

"Banyak juga ditemukan tabung palsu dan mereka sudah melaporkan ke desa atau kelurahan, tetapi tidak mengetahui akses selanjutnya untuk meneruskan temuan tersebut. Sosialisasi masih sangat minim," kata Armaya menjelaskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com