Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Diusulkan Bentuk Panitia Kerja KS

Kompas.com - 02/11/2010, 15:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kekisruhan dalam penetapan harga jual saham perdana PT Krakatau Steel atau KS akan berlanjut ke Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Masalah ini akan dibahas dalam forum khusus, yakni panitia kerja DPR yang mendalami kemungkinan kecurangan dalam penetapan harga produsen baja itu.

"Saya akan mengusulkan dibentuknya Panitia Kerja DPR RI untuk mengungkapkan siapa yang bermain dibalik keputusan murahnya harga IPO KS itu," ujar Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Badan Anggaran DPR RI, Bambang Soesatyo di Jakarta, Selasa (2/11/2010).

Menurut Bambang, DPR RI tidak akan tinggal diam melihat aset negara yang sangat strategis dijual dengan harga yang tidak pantas. "Kami akan telusuri satu per satu, siapa saja yang terlibat kongkalikong. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga akan kami minta segera turun tangan memeriksa penjualan KS. Sebab ada indikasi pidana korupsi," tuturnya.

Bambang mengatakan, rencana penjualan saham KS oleh pemerintah harus dihentikan dan dibatalkan. Harga IPO (pelepasan saham perdana) KS senilai Rp 850 per lembarnya sangat tidak logis.

"KS merupakan BUMN terkemuka yang dikategorikan sehat. Buat apa kita menjual BUMN sehat dengan harga murah. Padahal harga saham di BEI (Bursa Efek Indonesia) yang tidak bisa sebagus KS bisa dijual di atas harga KS itu," ungkapnya.

Padahal, pada saat pembentukan harga (bookbuilding) pemerintah berhasil memperoleh pesanan 30 miliar lembar saham, atau hampir 9 kali dari jumlah saham yang akan dilepas ke publik. Sesuai dengan prinsip ekonomi, semakin banyak permintaan, seharusnya harga yang diajukan bertambah besar.

Penjualan IPO KS dengan harga yang rendah jelas akan menimbulkan kerugian negara yang tidak sedikit. Pemerintah harus bisa menjelaskan secara gambling dan transparan mengapa IPO KS sangat rendah. "Pemerintah jangan mau diatur dan disetir para investor asing maupun lokal yang jelas-jelas hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya," papar Bambang. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com