Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY: Tinjau Pajak yang Tak Berkeadilan

Kompas.com - 23/12/2010, 20:15 WIB

Pada kesempatan itu, Presiden mengutarakan, kebijakan pajak bukan hanya menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Ditjen Pajak lebih bertanggung jawab pada koleksi, administrasi, dan tata cara pengumpulan pajak.

Dirjen Pajak juga harus menerapkan sistem dan aturan yang mudah, transparan, tegas, dan tidak abu-abu. Kalau ada peraturan yang abu-abu, ada loopholes, hal itu bisa menyuburkan penyimpangan, pemerasan, ataupun kejahatan-kejahatan lain di bidang pajak," lanjut Presiden. 

Dikatakan Presiden, kebijakan p erpajakan seharusnya juga bisa mendukung pembanguinan ekonomi yang dijalankan pemerintah. Ia kemudian mengindikasikan contoh di negara lain di mana pajak bisa memberikan insentif pajak.  

"Di Indonesia, kebijakan pajak harus bisa disesuaikan dengan strategi ekonomi Indonesia yang pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment . Ke depan pajak kita harus adil bagi rakyat dan bagi pembayar pajak, tax payers," urai Presiden.  

Pada bagian lain, Presiden menyampaikan, aturan pajak harus logis, pasti, dan efisien. "Pastikan agar keputusan menteri dan Surat Keputusan Dirjen Pajak itu tidak boleh bersifat multi tafsir, multi interpretasi, melainkan harus memberikan kepastian," kata Presiden lagi.

Menanggapi instruksi Presiden Yudhoyono, Hatta Rajasa menyatakan, pada pekan depan, ia akan mengundang seluruh menteri ekonomi, terkait dengan perpajakan untuk mengkaji seluruh kebijakan pajak yang ada.

"Jangan sampai seperti yang disampaikan Presiden, industri perfilman dikenakan pajak yang bertubi-tubi dan besar sekalai. Padahal, potensi penerimaannya tidak terlalu besar, akan tetapi industrinya tidak akan berkembang, katanya memberikan contoh," katanya. 

Adapun Agus Martowardojo mengaku akan menindaklanjuti lagi apa yang menjadi instruksi Presiden. "Memang, jangan sampai kebijakan pajak kita menghambat industri, akan tetapi juga jangan sampai penerimaan kita tidak tercapai," demikian Agus.   

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com