Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Minyak Tebar Ancaman

Kompas.com - 07/03/2011, 05:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Harga minyak mentah dunia, yang naik sekitar 21 persen dalam dua pekan ini akibat krisis politik di Libya, mulai menebar ancaman ke sejumlah negara, termasuk Indonesia. Beban subsidi anggaran bahan bakar minyak meningkat. Ancaman lain, harga minyak mendorong kenaikan harga sejumlah komoditas bahan pangan.

Harga minyak sudah meningkat sekitar 18 dollar AS per barrel dalam dua pekan ini di pasar New York, Amerika Serikat. Harga minyak Brent untuk pelepasan April, Jumat (4/3/2011), mencapai 115,97 dollar AS per barrel, naik 1,18 dollar AS per barrel dibandingkan dengan hari sebelumnya.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, pekan lalu, mengatakan, harga minyak dunia sudah ”lampu kuning” bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011. Menteri Keuangan Agus Darmawan Wintarto Martowardojo mengakui defisit anggaran yang terus naik akibat naiknya harga minyak dunia.

Pengamat perminyakan dari Reforminer Institute (Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi), Pri Agung Rakhmanto, di Jakarta, Minggu, mengemukakan, APBN 2011 mulai tertekan akibat perubahan asumsi harga minyak mentah yang lebih tinggi dan produksi minyak mentah dalam negeri yang lebih rendah dari target.

Target produksi minyak mentah siap jual atau lifting yang ditetapkan 970.000 barrel per hari diperkirakan akan sangat berat untuk dicapai sebab realisasi produksi Januari dan Februari yang terlalu rendah.

”Potensi tidak tercapainya lifting sangat besar karena capaian pada Januari-Februari 2011 hanya 905.000-907.000 barrel per hari. Dengan mengandalkan lapangan-lapangan tua karena keterlambatan kita dalam kegiatan eksplorasi 10 tahun terakhir ini, peningkatan produksi secara signifikan tidak bisa diharapkan dalam waktu dekat,” ujarnya.

Menurut Pri Agung, setiap kenaikan harga minyak sebesar 1 dollar AS per barrel di atas asumsi harga jual minyak mentah Indonesia (ICP) dalam APBN 2011 (sebesar 80 dollar AS per barrel) akan menambah penerimaan migas sekitar Rp 2,6 triliun. Namun, tambahan anggaran belanja untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) juga akan melonjak Rp 2,8 triliun. Belum lagi dengan tambahan subsidi listrik sekitar Rp 0,6 triliun.

”Dengan demikian, setiap kenaikan harga minyak 1 dollar AS per barrel di atas asumsi akan menambah defisit APBN Rp 0,8 triliun. Belum lagi dengan lifting yang lebih rendah, defisit akan bertambah. Sebab, setiap lifting lebih rendah 10.000 barrel per hari dari target, penerimaan migas akan lebih rendah Rp 2,7 triliun. Oleh karena itu, perubahan asumsi harga minyak dan lifting dalam 1-3 bulan ke depan harus dilakukan,” ungkapnya.

Menkeu Agus Martowardojo mengatakan, kenaikan harga minyak mentah di pasar internasional yang tidak diiringi oleh kenaikan produksi minyak mentah dalam negeri telah menyebabkan beban anggaran belanja meningkat.

”Kami mengkaji kenaikan harga ICP bersamaan dengan review atas beberapa asumsi lain, seperti lifting, nilai tukar, dan tingkat bunga. Itu yang menjadikan defisit APBN 2011 meningkat. Namun, secara fiskal kami akan jaga supaya defisit itu tidak melebihi 2 persen,” tuturnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com