Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sumber Daya yang Jauh dari Memakmurkan

Kompas.com - 10/03/2011, 05:19 WIB

Komoditas pertambangan dan perkebunan menyumbang nilai ekspor terbesar dari total kita. Indonesia memproduksi 20,9 juta ton minyak sawit mentah (CPO) tahun 2009. Dari jumlah tersebut sekitar 16 juta ton diekspor, sebagian besar masih dalam bentuk bahan mentah.

Indonesia dan Malaysia kini memasok 86 persen CPO dunia. Namun, Indonesia sekadar menjadi pengekspor bahan baku karena industri pengolahan turunan CPO tidak juga berkembang. Para pengusaha perkebunan sawit di Indonesia justru membangun pabrik pengolahan di luar negeri.

Kondisi yang tak jauh beda terjadi di pertambangan. Nilai ekspor hasil tambang tahun 2009 mencapai 39,2 miliar dollar AS. Dengan mengekspor batu bara, nikel, dan bauksit, kita menjadi penopang pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, seperti Jepang dan Korea Selatan, maupun raksasa ekonomi baru, China.

Mengacu pada data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), nilai penjualan pertambangan umum pada tahun 2009 mencapai Rp 234 triliun. Namun, yang masuk ke penerimaan negara hanya Rp 51 triliun.

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia memperkirakan produksi riil batu bara nasional, jika mengikutsertakan pertambangan ilegal yang tidak tercatat pemerintah, mencapai 300 juta ton.

Meskipun peraturan presiden tentang transparansi industri ekstraktif telah diterbitkan tahun 2010, Indonesia merupakan negara yang belum transparan dalam pelaporan produksi industri ekstraktif, terutama pertambangan mineral dan migas.

Dengan ketimpangan nilai tambah yang seharusnya bisa diperoleh negara, sektor pertambangan menjadi salah satu fokus penanganan kasus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2010. Sebagai ilustrasi, di Kalimantan Timur ada 1.200 izin usaha pertambangan yang dikeluarkan bupati dan wali kota.

Marak dan mudahnya bupati mengeluarkan izin kuasa pertambangan diduga kuat lantaran mereka menikmati imbalan dari para pengusaha tambang.

Semangat otonomi daerah yang membuka peluang bagi masyarakat untuk ikut mengelola sumber daya alam di dekat mereka secara langsung, melenceng menjadi eksploitasi berlebihan. Peningkatan eksploitasi pertambangan secara besar-besaran, bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, justru membuat kesenjangan semakin besar dan meninggalkan ancaman kerusakan lingkungan.

Kementerian Lingkungan Hidup mencatat, dari 47 perusahaan yang mendapat rapor hitam tahun lalu, sebagian besar adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengelolaan sumber daya alam, termasuk pertambangan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com