JAKARTA, KOMPAS.com — Kebiasaan bank dalam menggunakan jasa penagih utang (debt collector) harus dihentikan. Praktiknya dekat dengan pelanggaran hukum. Hal ini disampaikan oleh budayawan dan pengamat sosial dari UI, Radhar Panca Dahana, di Warung Daun Cikini, Sabtu (2/4/2011).
"Enggak perlulah debt collector. Urusannya perdata saja. Praktik itu, kan, menandakan hukum perdata enggak berjalan," katanya.
Menurutnya, bank yang justru seharusnya cermat. Tak boleh sembarangan menawarkan kartu kredit untuk nasabahnya bahkan hingga merayu-rayu. Namun, ketika nasabah kesulitan membayar, bank malah berbalik "kejam" kepada nasabahnya.
"Jangan kesalahan bank ditimpakan pada publik," tambahnya.
Fenomena debt collector, lanjut Radhar, menunjukkan fenomena tangan-tangan gelap dalam perekonomian Indonesia yang siap menggerogoti uang publik yang berputar.
Sementara itu, Radhar mengatakan, fenomena debt collector justru menunjukkan makin suburnya praktik premanisme di Indonesia. Bank-bank melegalkan premanisme sebagai bagian dari tindak kriminal yang sebenarnya tengah diperangi oleh aparat keamanan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.