Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengaturan Antibiotik, Pemerintah Latah

Kompas.com - 07/04/2011, 13:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Pengamat masalah kesehatan, dr Kartono Mohamad, menegaskan pentingnya re-edukasi di kalangan para dokter dan tenaga kesehatan dalam menekan penggunaan obat-obatan secara tidak rasional. Kartono menganggap, fenomena penggunaan antibiotik yang tidak rasional sepenuhnya adalah kesalahan dari para dokter dan industri farmasi.

Penggunaan antibiotik yang tidak rasional memang berakibat buruk karena dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten atau kebal. Kurangnya informasi yang jelas kepada masyarakat tentang penggunaan antibiotik yang tepat juga menjadi salah satu penyebab utama penggunaan antibiotik secara tidak rasional.

Bakteri mampu bermutasi sehingga tahan terhadap antibiotik. Resistensi memunculkan superbug, yaitu bakteri yang tidak dapat dibunuh oleh antibiotik paling mutakhir.

"Ini kesalahan dokter. Dokter lebih terbujuk oleh rayuan pabrik obat. Jadi, mereka lebih mendengarkan pabrik-pabrik industri obat dibandingkan jurnal-jurnal," papar Kartono saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/4/2011).

Menurut Kartono, masyarakat juga mestinya diberikan edukasi yang tepat mengenai apa yang dimaksud dengan antibiotik. Masyarakat perlu tahu kapan antibiotik digunakan dan kapan tidak. Oleh karena itu, menurut mantan Ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) itu, tidak semua penyakit harus diobati dengan antibiotik. "Jangan minum antibiotik setengah-setengah, harus tuntas," tambahnya.

Disinggung soal peran pemerintah dalam mengatur penggunaan antibiotik, Kartono mengaku pesimistis. "Pemerintah sebetulnya tidak mungkin dapat mengatur. Paling bisanya hanya mengimbau dokter. IDI harusnya berperan untuk me-reedukasi para dokter," pungkasnya.

Kartono menambahkan, Indonesia sebetulnya hanya latah terkait dengan tema hari kesehatan sedunia tahun ini, yang mengusung tema penggunaan antibiotik secara rasional.

Kartono berpendapat, dibandingkan harus memikirkan pengaturan penggunaan antibiotik, sebaiknya pemerintah memikirkan soal meningkatnya penyakit-penyakit tidak menular yang menjadi fokus pada sidang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada bulan September yang akan datang.

"Saya tidak yakin pemerintah dapat mengatur penggunaan antibiotik. Ini karena latah saja. Mending menyusun program penyakit tidak menular, yang kasusnya di Indonesia semakin banyak. Pada sidang WHO September mendatang, setiap negara akan diminta laporan itu," tutupnya.

Seperti diwartakan Kompas hari ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan akan merevitalisasi pedoman penggunaan antibiotik. Pedoman akan diluncurkan pada Kamis ini bertepatan dengan Hari Kesehatan Dunia yang tahun ini mengambil tema "Use Antibiotics Rationally".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Whats New
Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Whats New
Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Whats New
Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Whats New
Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Whats New
LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Jadi 'Menkeu' Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Jadi "Menkeu" Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Spend Smart
Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Whats New
Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Whats New
Bank Mandiri Genjot Transaksi 'Cross Border' Lewat Aplikasi Livin’

Bank Mandiri Genjot Transaksi "Cross Border" Lewat Aplikasi Livin’

Whats New
Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Whats New
Berikut Daftar Tiga Pabrik di Indonesia yang Tutup hingga April 2024

Berikut Daftar Tiga Pabrik di Indonesia yang Tutup hingga April 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com