Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MD, Private Banking, Kepercayaan atau Kecerobohan?

Kompas.com - 12/04/2011, 06:49 WIB

KOMPAS.com - Terkuak sudah kasus MD seorang Senior Relationship Manager (SRM) di sebuah bank asing dengan seluruh motifnya, namun saat ini beritanya sudah tidak sehangat minggu yang lalu. Bisa ditebak memang berita ini tidak akan bertahan lama menjadi top news alias berada di tangga atas pemberitaan media massa di Indonesia. Mengapa demikian?, karena memang yang menjadi “korban” kasus ini hanya sebagian kecil orang yaitu mereka yang merupakan nasabah private banking.

Kita ketahui bahwa nasabah private banking di beberapa bank besar disyaratkan memiliki kisaran saldo di atas nasabah priority banking, jika nasabah priority banking disyaratkan dengan minimal sebesar Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar maka di-private banking nasabah diharuskan memiliki kisaran saldo minimal sebesar Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar. Jika saldo masih di bawah jumlah tersebut maka nasabah belum dapat dimasukan kedalam katagori private banking.

Dari segi kuantitas, jumlah nasabah private banking memang tidak banyak, maksimal sebesar 0,08 persen dari jumlah seluruh rekening yang ada di perbankan di Indonesia, namun jika dihitung dari total aset keseluruhan nasabah private banking di Indonesia bisa mencapai di atas 36 persen dari seluruh nilai nominal aset dana (dana pihak ketiga) yang disimpan di perbankan yang ada di Indonesia.

Lalu mengapa kasus tersebut menjadi menghebohkan?, tentu hal ini tidak terlepas dari besarnya nilai uang yang berhasil di bobolkan oleh seorang SRM pada bank asing tersebut (menurut informasi Rp 17 miliar, namun besar kemungkinan lebih dari 17 miliar). Pertanyaan yang paling sederhana mengapa dana tersebut berhasil dibobol oleh seorang MD?, apa yang salah dari sebuah mekanisme kepercayaan nasabah kelas kakap kepada bank tersebut?, dapatkah hal tersebut dihindari?

Sebagaimana diuraikan di atas nasabah private banking merupakan kelompok tertinggi dari beberapa golongan nasabah di perbankan, maka sesuai dengan namanya kelompok nasabah ini mendapatkan layanan yang sangat personal, pelayanan serba personal ini mencakup wilayah yang juga sesungguhnya berada di luar bisnis utama perbankan itu sendiri yakni mengumpulkan atau menghimpun pendanaan, dikenal dengan istilah funding dan menyalurkan dana ke sektor riil dalam bentuk kredit atau dikenal dengan istilah lending. Pada kelompok nasabah ini banyak dana besar yang hanya diputarkan pada instrumen investasi di sektor finansial, sesungguhnya ranah investasi merupakan ranah perusahaan Manajer Investasi. Jadi perbankan mendapatkan fee dari transaksi investasi yang dilakukan dan atau disetujui oleh nasabah, sampai disini memang sah-sah saja, namun disinilah letak permasalahannya.

Jika kita berbicara investasi maka tentu tidak akan luput dari harapan nasabah untuk mendapatkan imbal hasil atau return, sementara return sangat erat kaitannya dengan risk atau resiko, nah di sinilah letak dasar pangkal hubungan yang erat antara nasabah dengan Relationship Manager (RM). Sang nasabah tentu tidak ingin dananya menjadi berkurang bahkan sebaliknya harapan untuk mendapatkan imbal hasil yang tinggi setidaknya berada dalam kisaran diatas rata-rata bunga deposito.

Sementara sang RM pun akan berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi keinginan nasabah. Pada titik ini seringkali nasabah diberikan anjuran atau masukan dari RM agar menjual untuk mengalihkan maupun menambah dana yang ada guna mencapai tingkat imbal hasil yang optimal tentu sesuai dengan produk finansial yang dapat ditransaksikan oleh bank bersangkutan.

Anjuran tersebut tentu dilengkapi dengan suguhan data historis dan perkembangan kondisi ekonomi baik secara makro maupun mikro. Teknis anjuran atau masukan tersebut jika disetujui oleh nasabah akan dilanjutkan dengan mengisi formulir yang diperlukan, tentu formulir tersebut minimal harus di tanda tangani oleh nasabah, kemudian pihak RM hanya melanjutkan formulir tersebut kepada operation department, dan oleh operation department, nasabah tersebut akan dilakukan konfirmasi atau pengecekan ulang atas perintah yang telah ditanda tangani di formulir. Begitu seterusnya, singkat kata eksekusi atas dana pun dilakukan sesuai perintah pada formulir tersebut setelah dikonfirmasi tentunya.

Waktu terus bergulir dan sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dana, kepercayaan nasabah pun meningkat, sementara sering kali eksekusi dana tidak langsung dilakukan tetapi baru dapat dijalankan pada beberapa hari kedepan!. Dalam kondisi seperti ini maka potensi kecerobohan pun dimulai, formulir sudah ditanda tangani, sementara eksekusi dana belum dilakukan. Sang nasabah dalam hal ini tentu lebih beresiko.

Ya nasabah menjadi lebih beresiko karena dalam sebuah insrtumen investasi sangatlah wajar bahwa harga yang tertera hari ini bukan merupakan jaminan untuk dapat dicapainya pada waktu kemudian hari. Bagaikan "membeli kucing di dalam karung", yang ada adalah kepercayaan yang tinggi kepada sang RM, dengan kesepakatan yang kurang lebih adalah: Jika "harga tertentu" tercapai maka eksekusi dana baru akan dilakukan, dan berdasarkan "harga tertentu" tersebut pun transaksi dilakukan, laporan pun baik secara verbal maupun tertulis menyusul kemudian.

Nah untuk transaksi pertama, ke-dua hingga katakanlah transaksi ke-lima sang nasabahpun tentu masih waspada atas akurasi perintahnya, namun untuk transaksi berikutnya tingkat kepercayaan nasabah sudah melebihi tingkat kewaspadaannya, dengan alasan sibuk, tidak terlalu paham, sangat percaya pada RM dan lain-lain. Dalam kasus MD kemungkinan besar kebocoran terjadi pada titik tersebut. Dan sayangnya hal ini tidak disadari oleh nasabahnya.

Kemudian langkah apa yang harus dilakukan nasabah agar kasus diatas tidak menjadi bumerang bagi nasabah?, dalam hal ini nasabahpun wajib memiliki standar operasional prosedur  (SOP) agar kerugian dapar dihindari, berikut kiat-kiatnya:

1. Meminta kepada RM untuk dikirimi (via elektronik) perkembangan harga meskipun transaksi dana belum dilakukan;
2. Lakukan monitoring perkembangan harga, dilakukan secara independen melalui penyedia layanan monitoring investasi yang tidak terafiliasi dengan bank tersebut;
3. Monitoring, sekali lagi menjadi penting karena monitoring ibarat anda menggunakan kendaraan dan melihat instrumen kendaraan yang tsb sedang berjalan (speedometer pada mobil, altimeter pada pesawat terbang, thermometer mesin, dll);
4. Berikan batas waktu maksimal atas formulir yang telah ditandatangani, misalkan hanya berlaku 5 hari, lebih dari itu wajib untuk bertemu dan menada tangani formulir kembali;
5. Hindari untuk berhubungan dengan RM yang sama lebih dari 6 bulan;
6. Tunjuk pihak ketiga yang mampu memberikan masukan ataupun pendapat tambahan secara objektif selain pihak RM bank tersebut, misalkan seorang konsultan keuangan yang terakreditasi dan bersifat independen, tidak terafiliasi dengan institusi keuangan apapun.

Demikian kiat SOP yang juga harus dilakukan oleh sang nasabah, karena bagaimanapun juga ke aktifan dari nasabah untuk patuh pada SOP yang dibuatnya juga akan membuat para RM menjadi lebih respek dan waspada serta lebih berorientasi kepada kepentingan nasabah bukan kepentingan menjual produk semata. (Taufik Gumulya CFP, Perencana Keuangan independen pada TGRM, pengajar pada beberapa Priority Bank asing)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com