Badung, Kompas -
Energi listrik itu dapat dibangkitkan dengan memanfaatkan perubahan suhu air laut atau Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC). Dari total garis pantai di Indonesia sepanjang 95.181 kilometer (km), potensi energi itu ada di sekitar 66.627 km (70 persen).
Demikian disampaikan Ketua Tim Studi Kelayakan OTEC di Indonesia, Donny Achiruddin, di sela acara ”International Congress on Ocean Energy and Deep Ocean Water Application”, Kamis (5/5) di Kuta, Bali.
Kongres yang diselenggarakan Universitas Darma Persada ini juga menghadirkan ahli energi, seperti Kazutaka Toyota dari Universitas Saga Jepang dan Gerard Nihous dari Universitas Hawaii sebagai pembicara.
Menurut Donny, seluruh potensi energi listrik itu, apabila dimanfaatkan seluruhnya, dapat memproduksi listrik hingga 15.557.760 gigawatt (GW) per jam, atau sekitar 15.557 terawatt (TW) per jam selama satu tahun. Energi itu jauh lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan listrik di Indonesia saat ini 145,7 TW per jam selama satu tahun, dan diprediksi menjadi 360 TW per jam pada tahun 2050.
”Dengan mengembangkan pembangkit OTEC ini saja, seluruh kebutuhan listrik di Indonesia dapat terpenuhi,” kata Donny.
Namun, untuk membangun pembangkit listrik OTEC berdaya 5 megawatt saja dibutuhkan biaya 30 juta dollar AS (sekitar Rp 256,68 miliar) atau tiga kali lipat pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara.
Menurut Donny, saat ini pihaknya bekerja sama dengan tim dari Jepang sedang mencari lokasi yang tepat untuk proyek percontohan OTEC di Indonesia. Beberapa kandidat lokasi antara lain di Sumatera Barat, Sulawesi Utara, dan Bali. ”Nanti Jepang yang akan mendanai seluruhnya,” kata Donny.
Rencananya, proyek itu dapat mulai dibangun tahun 2014.
Selain memproduksi listrik, pembangkit itu juga mampu memproduksi litium, bahan baku untuk pembuatan baterai atau aki. Hal ini menjadi peluang bisnis karena permintaan litium akan terus meningkat. Pada 2025, misalnya, Jepang menargetkan 50 persen kendaraan memakai tenaga listrik dan membutuhkan baterai.
Terpisah, Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material, Unggul Priyanto, mengatakan, teknologi pembangkit listrik tenaga laut belum menjadi prioritas. ”Lebih ekonomis mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi. Energi samudra sampai saat ini belum komersial,” katanya.