Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Akan Batasi Anggaran Belanja Pegawai Daerah

Kompas.com - 23/06/2011, 09:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Penggunaan anggaran daerah yang tepat seharusnya bisa menjadi multiplier effect yang dapat menciptakan siklus pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih positif dan berkualitas. Akan tetapi, nyatanya anggaran belanja daerah selama ini lebih banyak untuk belanja pegawai.

Dirjen Perimbangan Keuangan Menteri Keuangan Marwanto Harjowiryono mengaku pemerintah tidak bisa membuat aturan hukum baru terkait pemanfaatan anggaran yang ada di daerah. “Jika dana tersebut telah sampai daerah, sudah menjadi wewenang mereka,” ujarnya, Rabu (22/6/2011).

Namun, Marwanto juga menyampaikan pemerintah akan menerapkan batas maksimal belanja pegawai dan atau batas minimal belanja modal oleh pemerintah daerah dalam revisi Undang-Undang Perimbangan Keuangan yang draftnya akan diajukan pada tahun ini.

Marwanto menuturkan, untuk rencana capping belanja pegawai, pihaknya tengah membuat ukuran yang mengacu pada perbandingan jumlah pegawai negeri sipil daerah (PNSD) dengan jumlah penduduk di masing-masing daerah. “Selain itu, tengah dikaji pula untuk membuat batas minimal belanja modal yang pembandingnya mengacu pada total anggaran belanja daerah,” ucapnya.

Marwanto menjelaskan itu masih pemikiran, tetapi sebetulnya kalau mau lebih praktis, diukur juga rasio antara belanja pegawai dan belanja daerah. “Akan teapi, kan, itu kalau sudah diatur pada belanja modal tidak perlu lagi diatur pada belanja pegawai. Salah satu saja,”  ujarnya.

Menurut Marwanto, lebih mudah mengatur belanja modal di daerah. Kisaran idealnya masih pada tahap pembelajaran, yang pasti minimal sama dengan realisasi rata-rata saat ini yang berkisar 20 persen-22 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Sekarang ini kisarannya sekitar 20 persen. Akan tetapi, ada yang jauh lebih rendah. Jadi kalau kami ambil, ya mungkin sekitar itu batasnya,” katanya.

Marwanto mengatakan, capping belanja modal tidak bisa ditetapkan pada level yang terlalu tinggi karena bisa menyulitkan daerah untuk mengelola fiskalnya. Saat ini, Marwanto mengaku masih mencari level amannya dengan mempertimbangkan kemampuan daerah untuk melakukan investasi dan kegiatan belanja lainnya.

“Di level pengkajian kami cenderung memilih mengatur yang belanja modal. Tapi kan otomatis mengatur belanja pegawai juga. Kami baru mulai mendiskusikannya. Mudah-mudahan tahun ini selesai direvisi,” ujarnya.

Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Prasetijono Widjojo mengatakan, besarnya dana transfer daerah yang setiap tahun bertambah seharusnya bisa memacu pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Ia mengakui, besarnya dana yang diberikan ke daerah saat ini belum mempunyai sumbangsih terhadap perekonomian nasional sehingga bisa dibilang selama ini penggunaannya kurang tepat sasaran dan terlalu menghambur-hamburkan. Untuk itu, lanjut Prasetijono, pihaknya akan melakukan sinergi belanja pusat dan daerah sehingga alokasi APBD dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saling menyambung.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com