Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengembalikan Keunggulan Minyak Atsiri Garut

Kompas.com - 05/08/2011, 02:41 WIB

Oleh Cornelius Helmy

Minyak atsiri dari penyulingan vetiver bak emas cair bagi penduduk di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Teknik penanaman vetiver yang mudah, bebas hama, dan harga jual minyak atsiri yang tinggi membuat banyak warga tertarik mengembangkannya. Minyak atsiri biasa digunakan perusahaan pembuat minyak wangi dan perisa makanan. 

Menurut Ede Kadarusman, petani vetiver di Desa Sukakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, terdapat 2.400 hektar lahan vetiver di Kabupaten Garut yang tersebar di Kecamatan Samarang, Bayongbong, Leles, Cilawu, dan Kecamatan Pasirwangi. Namun, yang tertanami hanya 1.700 hektar.

Dengan lahan seluas itu, Kabupaten Garut menyuplai 50 ton-60 ton minyak atsiri per tahun bagi dunia dari total kebutuhan 250 ton per tahun. Ekspor sudah dilakukan ke Jerman, Perancis, Amerika Serikat, Singapura, Swiss, India, dan Sri Lanka. Jumlah itu hanya kalah dari Haiti yang menghasilkan sekitar 100 ton minyak atsiri per tahun.

Dengan perhitungan tersebut, ada 90 ton-100 ton permintaan minyak atsiri dunia belum terpenuhi. ”Celah itu yang tengah saya dan teman-teman petani vetiver di Garut coba rintis,” kata Ede, yang juga Ketua Koperasi Akar Wangi Garut.

Ede bukan generasi pertama petani vetiver di Garut. Dia adalah cicit Haji Tasdiq, pribumi pionir penyulingan vetiver di Desa Sukakarya, bekerja sama dengan tuan tanah Belanda bernama Mr Haag, sejak tahun 1918. Saat itu, minyak vetiver dijual kepada tuan dan nyonya Belanda yang sengaja singgah di Garut.

”Saking ramainya, bahkan di sini sempat ada hotel untuk orang Eropa. Tetapi sayang, bangunannya sudah hancur akibat agresi militer tahun 1947. Kini yang tersisa tinggal sedikit fondasinya,” katanya.

Agresi militer Belanda juga menghancurkan bekas pabrik penyulingan dan berimbas pada hengkangnya mayoritas orang Eropa dari Garut. Akibatnya, bisnis penyulingan pun surut. Baru tiga tahun kemudian, Tasdiq kembali memulai usaha penyulingan dengan ketel penyulingan sederhana yang dibuat sendiri.

”Perlahan, dengan berbagai penyempurnaan, mulai banyak warga menanam kembali minyak vetiver yang memicu tumbuhnya penyulingan di sekitarnya. Kualitas pun terjaga dilihat dari harganya yang tinggi. Kini 1 kilogram minyak vetiver dijual rata-rata di atas Rp 1 juta,” kata Ede.

Petani alpa

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com