Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari Investasi Aman Saat Krisis

Kompas.com - 05/08/2011, 08:25 WIB

KOMPAS.com — Perekonomian global ternyata lebih buruk daripada perkiraan semula. Obligasi terbitan pemerintah tidak memberikan hasil nyata, harga emas amat sangat mahal, dan pasar saham terus melemah.  

Nah, apa yang harus dilakukan investor? Meminjam frasa dari Watergate, follow the money, temukan siapa yang memegang uang tunai, lalu pergilah ke sana. Tips ini untuk banyak investor dapat berarti obligasi korporasi berperingkat tinggi dan saham pada perusahaan solid.  

Bagi investor lain, menanamkan dana di pasar berkembang dengan imbal hasil besar atau tingkat suku bunga yang lebih tinggi. Itu untuk jangka pendek. Untuk jangka yang lebih panjang, para investor masih menyukai saham yang kinerjanya melampaui obligasi.

Banyak juga investor yang berupaya menyatu dengan badai dengan berinvestasi pada obligasi korporasi yang bagus dan saham jika memiliki arus kas bagus. "Aset pada sektor swasta akan berkinerja lebih baik dibandingkan dengan aset pada sektor publik. Neraca perusahaan jauh lebih jelas dibandingkan dengan neraca negara," ujar Klaus Wiener, Kepala Riset Generali Investments di Cologne.  

Banyak investor menyerbu obligasi perusahaan dengan peringkat baik, yang memberikan peringkat lebih tinggi daripada obligasi di negara mereka. Jumlah ini tampaknya akan bertambah jika peringkat Amerika Serikat benar-benar diturunkan. Hal itu mencerminkan, krisis surat utang pemerintah di AS dan Eropa telah mengubah kategori risiko di benak para investor.

Banyak obligasi berimbal hasil tinggi dari negara berkembang sekarang dipandang sebagai investasi yang lebih menjanjikan dibandingkan dengan obligasi di zona euro. Bahkan, beberapa saham dinilai lebih aman daripada obligasi pemerintah.

Wiener mengatakan, perusahaan terkait sektor energi dan asuransi terlihat merupakan sektor yang memiliki arus kas stabil. Thomson Reuters StarMine memperlihatkan data asuransi gobal dengan rasio utang jangka panjang, dengan ekuitas sebesar 0,41. Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan rasio pada sektor finansial yang sebesar 1,52.

Sanjay Joshi, Manajer Portofolio London & Capital Wealth Management menyatakan, menyukai instrumen investasi seperti obligasi korporasi dengan tingkat investasi bagus sebagai pengaman jangka pendek. Dia mencontohkan perusahaan Johnson and Johnson, Wal-Mart, and Tesco.

Aliran dana ke pasar berkembang yang sering dipandang sebelah mata sebagai investasi kini menjadi tempat persinggahan untuk mencari keamanan walaupun terkadang bergejolak juga. Keamanan fiskal di negara berkembang sudah jauh membaik saat ini dan telah menghasilkan buahnya.

Dua instrumen aman, obligasi pemerintah yang berkualitas tinggi dan uang tunai, akhirnya juga tidak dapat memenuhi keinginan investor untuk melindungi mereka dari penurunan ekonomi global dan berbagai krisis. Tingkat suku bunga rendah obligasi pemerintah dari negara maju, dikombinasikan dengan beberapa kasus dengan program pelonggaran kuantitatif dengan mencetak uang, membuat imbal hasil jika memenangi uang tunai tidak dapat diandalkan.

Surat berharga bertenor enam bulan atau lebih rendah dalam denominasi dollar AS, pound, dan yen hanya memberikan imbal hasil kurang dari 1 persen. Euro bahkan lebih rendah. Sementara untuk obligasi, kenaikan inflasi dan permintaan instrumen investasi aman selama berbagai krisis membuat obligasi pemerintah menghasilkan imbal hasil neto yang negatif. Maksudnya, pembelian obligasi saat ini tidak dapat menutupi kenaikan biaya hidup.

Sebagai contoh, obligasi Jerman yang merupakan obligasi paling top di Eropa memberikan imbal hasil 2,4 persen, sama dengan tingkat inflasi, sehingga imbal hasil riilnya nol. Ini pertama kali terjadi setidaknya sejak 1957. Imbal hasil obligasi AS dan Inggris bahkan sudah negatif. Hanya Jepang yang menawarkan imbal hasil positif karena tingkat inflasi Jepang nyaris tidak ada.

Walaupun demikian, investor masih mencari obligasi pemerintah. Sedikit merugi masih bisa diterima, setidaknya untuk saat ini. Emas saat ini juga menjadi incaran investor. Demikian pula Swiss franc yang mencapai rekor terhadap dollar AS dan euro. Kedua aset itu semakin populer dijadikan pengaman pada saat krisis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

    Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

    Whats New
    Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

    Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

    Whats New
    Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

    Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

    Whats New
    Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

    Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

    Whats New
    Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

    Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

    Whats New
    Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

    Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

    Spend Smart
    PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

    PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

    Whats New
    Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

    Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

    Whats New
    Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

    Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

    Whats New
    Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

    Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

    Whats New
    Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

    Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

    Whats New
    SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

    SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

    Whats New
    Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

    Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

    Whats New
    Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

    Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

    Whats New
    Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

    Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com