Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Bergantung pada Emas

Kompas.com - 26/08/2011, 09:06 WIB

Wakil Presiden Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia PT Aneka Tambang Tbk Herman Djazi sependapat, potensi penurunan harga emas tetap terbuka. Harga emas masih mungkin terkoreksi ke 1.750 dollar AS.

”Harga emas Jumat (19/8/2011), menembus rekor tertinggi sepanjang masa, di atas 1.840 dollar AS. Semua kondisi mendukung peningkatan permintaan emas sehingga perlu ada penjualan masif dan membuat harga terkoreksi,” ujar Herman.

Pejabat Eksekutif Tertinggi (CEO) Vibiz Consulting Alfred Pakasi menyatakan, harga emas akan terus meningkat selama permintaan jauh lebih besar dari pasokan. Permintaan emas, menurut dia, bukan hanya dari konsumen eceran, melainkan juga bank sentral yang akan mendiversifikasi cadangan devisa ke emas. ”Kalau yang belanja Bank Sentral China, pasti skalanya cukup besar,” kata Pakasi.

Menurut dia, sejauh ini, tidak ada data resmi pembelian emas oleh bank-bank sentral. ”Tetapi, wajar jika bank sentral mendiversifikasi cadangan devisanya ke emas saat dollar AS cenderung melemah di tengah longgarnya kebijakan Bank Sentral AS yang mungkin kembali menggelontor pasar dengan uang tunai melalui cetak uang,” kata Pakasi.

Jaminan emas

Emas dalam sejarah menjadi alat tukar dalam aktivitas ekonomi sejak dulu. Pada zaman pemerintahan Julius Caesar di Kekaisaran Romawi, nilai tukar mata uang diukur dengan kadar karat koin emas.

Perkembangan perdagangan yang semakin kompleks menuntut alat tukar lebih fleksibel tanpa mengurangi nilai tukar. Muncullah uang kertas menggantikan koin emas.

Untuk mencetak uang kertas tiap negara tak bisa sembarangan. Perjanjian Bretton Woods tahun 1944 oleh 44 negara mengatur pencetakan uang kertas harus dijamin emas setara nilai mata uang kertas yang dicetak. Itulah yang disebut cadangan devisa emas dan standar emas.

Uang kertas yang akan dicetak harus dijamin harga emas senilai 35 dollar AS/troy ounce. Artinya, satu dollar AS yang akan dicetak harus senilai 1/35 troy ounce emas. Namun, sistem moneter dunia itu tak langgeng. Pemerintah AS kesulitan keuangan akibat kekalahan Perang Vietnam 1971 sehingga tak dapat membayarkan emas sebanyak uang dollar yang dicetak. Maka. kesepakatan dicabut. Saat itulah cadangan devisa sebuah bank sentral tak lagi hanya ditopang dengan cadangan emas, tetapi juga valuta asing dan yang terbanyak berbentuk dollar AS.

Meskipun emas tengah berjaya, Bank Indonesia ogah menambah cadangan emas. ”Emas semakin mahal. Padahal, kami memiliki cadangan emas cukup besar. Jadi, kami tidak beli emas,” ujar Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution kepada pers Jumat (19/8/2011).

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com