JAKARTA, KOMPAS
Hal ini disebutkan dalam jawaban pemerintah atas pemandangan umum fraksi-fraksi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012 beserta nota keuangannya. Jawaban setebal 12 halaman tersebut dibacakan Menteri Keuangan Agus Martowardojo pada Sidang Paripurna DPR di Jakarta, Rabu (7/9).
”Kebijakan ini bertujuan agar harga listrik bersubsidi benar-benar dinikmati oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan industri kecil dan menengah,” kata Agus.
Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, 10 persen itu rata-rata. Dengan demikian, berapa detail dan angka pasti masih akan dibahas pemerintah bersama DPR.
Secara terpisah, ekonom Dradjad Wibowo berpendapat, ruang untuk tidak menaikkan tarif listrik sangat kecil karena biaya produksinya tinggi dan ada kebutuhan untuk ekstensifikasi listrik.
”Namun, sebenarnya, hal itu (kenaikan tarif) akan lebih mudah diterima masyarakat kalau pemerintah dan PLN lebih bisa mengefisienkan biaya produksi. Misalnya, beralih dari solar ke batubara,” kata Dradjad.
Kenaikan tarif listrik merupakan konsekuensi diturunkannya subsidi listrik pada 2012 oleh pemerintah menjadi Rp 45 triliun.
Guna mengendalikan anggaran subsidi listrik, pemerintah disebutkan berusaha menurunkan biaya pokok penyediaan tenaga listrik melalui optimalisasi bauran energi untuk bahan bakar listrik.
Pemerintah juga mengupayakan pembenahan pada PT PLN agar tidak mengalami kesulitan likuiditas dengan memberikan margin usaha sebesar 7 persen pada 2012. Harapannya, PT PLN akan memperoleh pendanaan obligasi di pasar internasional untuk biaya investasinya.