Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Atlet Inginkan UU Olahraga Direvisi

Kompas.com - 06/10/2011, 22:21 WIB

JAKARTA, Kompas.com - Para mantan atlet dan pengamat olahraga nasional mengimbau agar Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) No 3 tahun 2005 direvisi. Mereka berharap, tercamtum klasul-klasul yang menyatakan pemerintah menaungi dan bertanggung jawab terhadap kehidupan masa depan dan pensiun atlet nasional.

Imbauan itu disampaikan oleh beberapa insan olahraga, seperti mantan karateka nasional Tommy Firman, mantan petinju nasional Hengky Silatang, dan mantan petenis nasional Suharyadi, serta pengamat olahraga nasional Anton Sajoyo. Revisi UU Olahraga itu diharapkan agar nasib para mantan atlet tidak seperti sekarang ini, ada yang di bawah garis kemiskinan.

"Ditengah keterpurukan nasib mantan atlet yang di bawah garis kemiskinan masih beruntung ada pihak swasta yang peduli dan memberikan bantuan melalui Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI). Dari sinilah YOI dapat membantu pemerintah dalam meringankan beban mantan atlet," ujar Tommy di Jakarta, Rabu (5/10/11).

Tommy, yang juga Sekretaris Jenderal Masyarakat Olahraga Indonesia (MOI) menegaskan, hanya segelintir mantan atlet yang hidupnya cukup, sedangkan sebagian besar ada di bawah garis kemiskinan. Upaya membantu nasib para mantan atlet tersebut, terhadap kelangsungan kehidupan para atlet saat pensiun, sudah seharusnya diatur pemerintah.

Sebagian besar mantan atlet dan atlet yang masih aktif saat ini meninggalkan dunia sekolah hanya untuk mengejar prestasi dan membela Merah-Putih di berbagai event internasional. Dengan begitu, mereka pada umumnya sedikit yang mengenyam dunia pendidikan, apalagi bisa melanjutkan kuliah di perguruan tinggi swasta atau negeri.

Dengan begitu, paparnya, para mantan atlet tidak bisa disamakan dengan masyarakat umum seperti biasanya yang sukses meraih prestasi melalui jalur sekolah. Begitu juga saat diterima menjadi karyawan di perusahaan swasta maupun pemerintahan sekalipun, mantan atlet dalam seleksi tidak bisa disamakan dengan pemuda yang mengenyam pendidikan tinggi.

Upaya menyikapi semua itu sudah tentu dibutuhkan peranan pemerintah dengan mengatur dalam Undang-Undang. Bila nasib mantan atlet sudah ditanggung pemerintah yang tercantum dalam undang-undang, maka semua mantan atlet yang membela nama baik bangsa dan negara hidupnya tidak "keleleran" atau di bawah garis kemiskinan.

Hal senada dikatakan Hengky. "Sudah seharusnya para atlet yang tampil di multi event internasional sekelas SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade, tidak perlu memikirkan masa depannya mau jadi apa. Dengan catatan semua kehidupan atlet sudah diatur pemerintah saat pensiunnya kelak."

Bila ada klausul UU Olahraga yang berbunyi kehidupan mantan atlet ditanggung atau langsung tercatat sebagai pegawai negeri atas jasa yang disumbangkan pada negera dan bangsa, maka Hengky optimistis tidak sedikit orang tua mendukung putra-putrinya menekuni dunia olahraga. Dengan catatan, profesi sebagai atlet nasional menjanjikan terhadap masa depannya kelak. Bahkan atlet yang terpilih tampil di SEA Games akan berlatih dan berjuang semaksimal mungkin membela nama baik bangsa dan negara.

Namun bila disimak, prestasi atlet nasional tambah hari bertambah terpuruk. Dari sini hendaknya para stakeholder olahraga mulai membuka mata hati dan mencari solusinya kenapa para pemuda enggan terjun dan menekuni profesi olahraga.

Anton menegaskan, semua keinginan mantan atlet nasional seperti Tommy, Hengky, dan Suharyadi, sangat tepat sekali. Pasalnya, UU Olahraga yang ada saat ini belum tercantum dan memikirkan kehidupan mantan atlet yang digariskan pemerintah. Dengan begitu sudah selayaknya bila UU Olahraga No 3 tahun 2005 direvisi, dengan harapan, mampu mengayomi para atlet, mantan atlet, dan begitu juga pelatih dan tokoh-tokoh yang sangat berjasa dalam memajukan dunia olahraga, dan untuk Indonesia Juara.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com