Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bunga Kredit Bank RI Paling Tinggi di ASEAN

Kompas.com - 09/11/2011, 10:34 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Bunga kredit tinggi bukan menjadi keluhan para nasabah semata. Bank Indonesia (BI) juga sebal melihat perilaku bank yang menetapkan bunga pinjaman terlampau mahal. Otoritas perbankan ini mencatat, bunga kredit bank di Indonesia tertinggi di ASEAN.

Di mata BI, kondisi ini tidak sekadar membebani nasabah, tetapi juga merugikan bank. Tinggi rendahnya suku bunga menjadi tolok ukur daya saing perbankan. Semakin tinggi bunga, semakin sulit bersaing. Celakanya, pada tahun 2015, ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN berjalan, perbankan kita harus bersaing dengan bank dari negara kawasan yang terbiasa mengutip bunga rendah.

Bank sentral tak mengesampingkan rendahnya faktor inflasi di negara lain sehingga bunga kreditnya juga murah. Tapi, inflasi di negeri ini juga terus menurun, sementara bunga kredit lamban mengikuti. "Inflasi kita terus turun, seharusnya suku bunga juga ikut," kata Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Wimboh Santoso, Senin (7/11/2011).

Jarak antara BI Rate dan bunga kredit saat ini tinggi. Idealnya hanya selisih 3 persen atau 300 bps. "Jika saat ini BI rate di 6,5 persen, bunga kredit harusnya di posisi 9,5 persen. Saat ini selisihnya 5 persen lebih," tegas Wimboh.

BI mengklaim, sudah berupaya maksimal menggiring bank menggunting bunga, termasuk dengan menerapkan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dan benchmarking biaya bank.

BI merasa tidak bisa mengintervensi bank dengan membatasi batas atas bunga kredit. Karena hal tersebut merusak pasar dan tidak sehat untuk industri.

BI belum maksimal

Ekonom Danareksa, Purbaya Yudhi Sadewa, menilai, penyebab kondisi tersebut adalah struktur perbankan kita yang oligopoli. Kita bisa melawan keadaan ini, asal regulator membuat kebijakan yang saling menopang. "BI bisa mengatasinya lewat kebijakan moneter, atau pemerintah menggunakan bank-bank BUMN," katanya.

Kebijakan moneter misalnya, penempatan dana bank di instrumen BI. Seharusnya, BI secara bertahap mengembalikan ekses likuiditas ke perbankan untuk mereka kelola sendiri. Strategi ini tentu memperhitungkan tugas bank sentral menjaga kondisi makro dengan mengetatkan atau melonggarkan likuiditas.

Menurut Purbaya, setelah bank tidak memiliki banyak pilihan ke mana memarkir dana berlebih, bank berpikir keras untuk mengelolanya. Pilihannya tidak banyak: menyalurkan ke kredit dan pasar uang atau mengurangi dana pihak ketiga (DPK). "Kedua-duanya berefek ke bunga," kata Purbaya.

Jika menggenjot kredit atau menyalurkan dana ke Pasar Uang Antarbank (PUAB), bank yang overlikuid akan menurunkan bunga pinjaman agar cepat terserap pasar. "Jika bank besar menurunkan bunga, bank lain pasti akan mengikuti," katanya.

Jika mengurangi DPK, bank akan menurunkan bunga simpanan. Sikap jual mahal ini memacu bank lain menurunkan bunga sehingga struktur biaya bank menjadi lebih baik.

Pemerintah juga bisa berperan. Caranya, mencairkan sebagian dananya yang tersimpan di rekening BI lalu menempatkannya di bank BUMN sebagai dana murah. "Kemudian menugaskan dirut bank BUMN memangkas bunga kredit dengan jabatan sebagai taruhan," katanya

Pemerintah berkepentingan karena dengan bunga rendah sektor riil bakal terpacu. Apalagi tahun depan ekonomi akan melambat, terimbas krisis global. Agar ekonomi tetap tumbuh, sektor riil membutuhkan stimulus. "Bank BUMN memiliki pengaruh besar. Kalau mereka menurunkan bunga, yang lain pasti mengekor," kata Purbaya.

Jadi, bunga kredit tinggi bisa dilawan dengan segenap cara. Persoalannya, sejauh mana BI mengarahkan industri dan secerdas apa pemerintah memanfaatkan empat bank miliknya "Ketika untung atau menetapkan target margin, bank juga harus ingat krisis 1999, saat mereka di bail out," kata Purbaya.

Budi Gunadi Sadikin, Direktur Bank Mandiri, menolak persepsi bank lamban menurunkan bunga kredit. SBDK Mandiri sudah turun sejak beberapa bulan lalu. "Bank tak perlu ditekan untuk menurunkan bunga karena persaingan sangat ketat. Bank akan sadar sendiri," katanya. (Roy Franedya, Astri Karina Bangun, Nurul Kolb/Kontan)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com