Jakarta, Kompas
Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Evita H Legowo, Selasa (20/12), di Jakarta, draf revisi Perpres Nomor 55 Tahun 2005 telah selesai dibahas di lingkungan internal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ataupun lintas kementerian.
Draf revisi aturan pengaturan BBM bersubsidi itu tinggal dikaji lebih lanjut di Sekretariat Negara. Payung hukum untuk penerapan kebijakan adalah Perpres No 55 Tahun 2005 jo Perpres Nomor 9 Tahun 2006 tentang harga jual eceran BBM dalam negeri. ”Keduanya direvisi menjadi satu. Kami sedang konsentrasi bagaimana menyelesaikan perpres itu,” ujarnya.
Evita menjelaskan, pemerintah akan melaksanakan pengaturan BBM bersubsidi secara bertahap, dimulai di wilayah Jawa dan Bali yang sudah siap. Pembatasan BBM bersubsidi itu direncanakan mulai April 2012. Namun, untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi agar tidak melampaui kuota, pemerintah akan memperketat pengawasan distribusi BBM bersubsidi sejak Januari 2012.
Terkait dengan kesiapan PT Pertamina (Persero) selaku penyalur BBM bersubsidi, lanjut Evita, saat ini kesiapan infrastrukturnya di wilayah Jawa dan Bali sudah mencapai 96 persen, meliputi kesiapan tangki dan ketersediaan pertamax dan pertamax plus. ”Kami tidak melibatkan operator asing, hanya Pertamina, karena ini terkait BBM bersubsidi,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi Eri Purnomo Hadi menyatakan, pihaknya tidak terlalu optimistis mengenai kesiapan infrastruktur dalam menghadapi penerapan pengaturan BBM bersubsidi. ”Wilayah Jawa dan Bali belum siap karena waktu itu rencana pemerintah belum secara resmi disampaikan kepada kami. Untuk Jakarta, kemungkinan kesiapannya di atas 85 persen dari 700 SPBU (stasiun pengisian bahan bakar untuk umum),” ujarnya.
Menurut Eri, persiapan infrastruktur BBM diperkirakan membutuhkan waktu tiga bulan sejak revisi Perpres Nomor 55 Tahun 2005 terbit sampai pemberlakuan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi. Sejauh ini, belum ada penambahan infrastruktur di SPBU-SPBU.
”Kami siap saja, asalkan didukung pembiayaan dengan keringanan pendanaan,” lanjutnya.
Kebutuhan investasi untuk pembangunan infrastruktur satu SPBU mencapai Rp 500 juta, dengan Rp 180 juta di antaranya untuk penyediaan tangki pengisian bahan bakar.