Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Level Investasi Minus Intermediasi

Kompas.com - 22/12/2011, 02:07 WIB

Pasar domestik yang gemuk, dengan pertumbuhan kelas menengah yang pesat, juga jadi incaran pebisnis waralaba AS. Menurut riset Kontan, ada sederet merek baru yang segera masuk ke pasar domestik, di antaranya Round Table Pizza, Carvel, Moe’s Southwest Grill, Great American Cookies, dan Pollo Tropical. Sebelumnya, jaringan toko kelontong Jepang, 7-Eleven, sukses besar masuk ke pasar Indonesia.

Bank Dunia membuat klasifikasi kelas menengah di Indonesia jadi empat kelompok. Kelompok penduduk berpenghasilan 2-4 dollar AS per hari (38 persen dari penduduk), 4-6 dollar AS (11,7 persen), 6-10 dollar AS (5 persen), dan 10-20 dollar AS (1,7 persen). Jika kita hanya menganggap kelas menengah dengan daya beli paling tinggi sekalipun, jumlahnya tetap ada lebih dari 30 juta penduduk. Mereka adalah pangsa pasar yang sangat besar, mulai dari kebutuhan sehari-hari, pakaian, hiburan, pendidikan, hingga keuangan.

Negara maju tengah berupaya menjual barang sebanyak mungkin ke negara berkembang untuk menambah devisa guna menutup defisit dan utang publik yang begitu besar. Sebaliknya, kelas menengah di negara berkembang cenderung konsumtif. Dapat dibayangkan, Indonesia akan kebanjiran produk asing sehingga diperkirakan pada paruh kedua 2012 transaksi berjalan kita akan mengalami defisit. Salah satunya, lonjakan permintaan barang konsumsi atau barang modal industri yang berorientasi melayani pasar domestik.

Intermediasi

Dengan membuat rata-rata dari penilaian beberapa lembaga pemeringkat (S&P, Moody’s, Fitch), The Institute of International Finance melakukan skenario pemeringkatan global. Peringkat beberapa negara maju terancam turun, seperti Austria, Belgia, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Spanyol, Inggris, Jepang, dan AS. Sementara Australia, Denmark, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Swedia, dan Swiss diproyeksikan tetap.

Negara-negara berkembang masuk dalam daftar peningkatan peringkat, di antaranya Ekuador, Kolombia, Indonesia, Lebanon, Malaysia, Thailand, dan Peru. Turki dan Indonesia ada di ambang batas, masuk ke level investasi berdasarkan rata-rata dari beberapa lembaga pemeringkat. Kini, keduanya sudah masuk. Lalu, apa agenda Indonesia?

Masuknya Indonesia dalam radar investasi global hampir tak ada gunanya jika tak diikuti perbaikan fungsi intermediasi. Peningkatan modal asing akan terjadi secara drastis begitu situasi Eropa mulai tenang. Dengan begitu, biaya penerbitan obligasi jadi lebih murah. Secara umum, kita akan memperoleh biaya pendanaan lebih murah dalam jumlah besar. Persoalannya, apakah kita mampu menggunakannya untuk membangun sektor riil?

Di sisi lain, kita menghadapi lonjakan permintaan akibat tumbuhnya kelas menengah. Tanpa perbaikan sistem produksi, kita hanya jadi bangsa konsumen yang kehilangan basis industri. Predikat investasi harus segera ditindaklanjuti strategi pengembangan industri. Jika perlu, langsung di bawah kendali Presiden. Sebuah kesempatan emas yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan menjadi bumerang. Begitu banyak likuiditas, tetapi sektor riil tidak bergerak.

Dari sisi perbankan, Bank Indonesia sudah bekerja keras memperbaiki transmisi moneter, mulai dari sisi makro, industri perbankan, hingga individu-individu bank. Dari pemerintah, belum tampak ada upaya maksimal memperbaiki penyaluran anggaran. Kita beradu cepat dengan mengalirnya modal asing, yang jika tidak disalurkan akan menimbulkan gelembung-gelembung yang membahayakan.

A Prasetyantoko Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Unika Atma Jaya, Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com