Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilirisasi Harus Segera Dimulai Sebelum Diberlakukan Pelarangan Ekspor

Kompas.com - 31/01/2012, 03:14 WIB

Jakarta, Kompas - Kementerian Perdagangan meminta kalangan eksportir tambang segera menyiapkan hilirisasi. Pasalnya, pemerintah serius untuk melarang ekspor bahan mentah pertambangan per tahun 2014. Untuk beberapa produk, seperti batubara dan gas alam, membutuhkan teknologi tinggi sehingga waktu persiapan untuk hilirisasi bisa lebih lama.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh di Jakarta, Senin (30/1), mengatakan, pihaknya sudah menggelar pertemuan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memantapkan rencana pelarangan ekspor bahan mentah tambang tahun 2014.

”Jadi, kita mulai menyiapkan aturan untuk ekspornya, ESDM mendorong para perusahaan tambang itu membuat smelter- smelter pengolahan, industrinya. Industri tersebut untuk mendorong berdirinya industri pengolahan lebih lanjut,” ujarnya.

Dia mengatakan, aturan pelarangan ekspor nantinya berupa ketentuan umum sehingga tidak mengatur spesifik per jenis bahan tambangnya. Aturan detail per jenis bahan tambang akan dituangkan dalam bentuk ketentuan khusus.

”Kami mendorong perusahaan pertambangannya untuk mulai membuat peta jalan pengembangan industri pengembangannya mulai dari sekarang. Jangan menunda karena proses hilirisasi tidak mudah,” ujarnya.

Menurut Deddy, ada beberapa produk pertambangan yang hilirisasinya susah. Untuk batubara, misalnya, produk hilirnya tidaklah mudah. Hal yang sama terjadi pada produk gas alam. ”Ada yang bikin gas dan ada yang likuid. Nah, teknologinya enggak mudah. Investasinya besar. Jadi, si pengusahanya harus menyiapkan dari sekarang. Jadi, jangan tawar-menawar dengan pemerintah untuk mengubah undang- undang. Sebaiknya dari sekarang mulai persiapan,” ujarnya.

Deddy menegaskan, keputusan pelarangan tersebut sudah final. Terkait dengan pengenaan bea keluar, ia mengatakan, program hilirisasi tidak selalu harus menggunakan mekanisme bea keluar. Untuk komoditas tambang, bea keluar dinilai tidak efektif sehingga pilihannya adalah pelarangan ekspor.

Secara terpisah, Kepada Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Syahrul R Sempurnajaya mengatakan, Indonesia diproyeksikan mulai mengalami kelangkaan gas alam atau liquied natural gas (LNG) untuk kebutuhan domestik pada lima tahun mendatang.

Dari data BP Migas tahun 2011, alokasi domestik untuk gas alam mencapai 56,78 persen atau 4,366 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari total produksi gas 7,688 MMSCFD. Potensi gas bumi Indonesia berdasarkan status tahun 2008 mencapai 170 triliun standar kaki kubik (TSCF) dan produksi per tahun mencapai 2,87 triliun TSCF. Dengan komposisi ini, Indonesia memiliki cadangan produksi mencapai 59 tahun.

Sebelumnya di Medan, Sumatera Utara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, pemerintah    telah menetapkan kawasan-kawasan industri terpadu untuk mengintegrasikan industri hulu dan hilir. Untuk Sumatera Utara, pemerintah menetapkan kawasan industri terpadu kelapa sawit Sei Mangkei di Kabupaten Simalungun.

Pemerintah ingin mendorong penciptaan nilai tambah produk berbasis sumber daya alam sehingga Indonesia tidak lagi mengekspor bahan mentah. Menurut Hatta, pemerintah akan melarang ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) mulai tahun 2013.

”Harus diolah dulu produk hulu di dalam negeri lewat hilirisasi sehingga ada penciptaan nilai tambah sebelum mengekspor,” ujar Hatta. (ENY/HAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com