Jakarta, Kompas -
Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia (BI) Wimboh Santoso memaparkan hal itu saat ditanya wartawan tentang posisi terakhir suku bunga dasar kredit (SBDK). ”Kalau SBDK untuk semua bank sudah single digit, hanya variasinya dari satu bank dengan bank lain, kan, beda,” kata Wimboh di Jakarta, Jumat (3/2).
BI mewajibkan bank yang memiliki aset Rp 10 triliun atau lebih memublikasikan SBDK mulai
BI bahkan menyatakan akan mengecek soal perhitungan
SBDK belum memperhitungkan premi risiko, yang besarnya berbeda-beda untuk setiap debitor. Oleh karena itu, suku bunga kredit yang harus ditanggung debitor selalu lebih besar dari SBDK.
Menurut Wimboh, sebenarnya tren penurunan SBDK sudah mulai terjadi pada bulan April hingga Juli, yakni masa sosialisasi publikasi SBDK. ”Detailnya nanti setiap bulan akan diperbarui,” kata Wimboh.
Saat ditanya mengenai target penurunan suku bunga, Wimboh menyatakan, penurunan suku bunga menjadi perhatian BI.
Pada Januari lalu, Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah
Penurunan secara signifikan juga terjadi pada kredit pemilikan rumah (KPR). Namun,
Kemarin, saat ditanyakan mengenai sulitnya SBDK untuk kredit ritel turun, Wimboh mengakui, kredit ritel membutuhkan biaya yang lebih tinggi. Akibatnya, suku bunga yang ditanggung menjadi lebih mahal.
Komponen SBDK terdiri
Bank menggunakan batasan jumlah kredit untuk setiap kelompok kredit. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, berdasarkan situs web-nya, mengelompokkan dengan jumlah Rp 100 juta-Rp 40 miliar dalam kredit ritel. Misalnya, kredit investasi dan kredit modal kerja.
Ekonom Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Mirza Adityaswara, sepakat dengan sikap BI yang menyatakan bahwa perbankan di Indonesia masih tidak efisien. Karena itu, efisiensi harus terus didorong sebab nantinya dapat berujung pada semakin rendahnya biaya operasional.
Perihal suku bunga, Mirza juga menyoroti suku bunga kredit mikro yang masih sangat tinggi. Menurut dia, tingginya suku bunga kredit mikro akibat masih sedikitnya pemain kredit mikro. ”BI mestinya bisa membuat Arsitektur Perbankan Indonesia yang mengakomodasi dan mendorong perbankan masuk ke sektor kredit mikro. Semakin besar kompetisi di kredit mikro, suku bunga bisa semakin ditekan,” kata Mirza.
Bank-bank yang giat bermain di pasar kredit mikro adalah Bank BRI, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Danamon Tbk, dan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk.
Data BI per November 2011, bank umum mengucurkan kredit Rp 2.146 triliun. Jumlah itu terdiri dari kredit modal kerja
Suku bunga rata-rata untuk kredit rupiah di bank umum sebesar 12 persen untuk kredit modal kerja, 11,59 persen untuk kredit investasi, dan 13,37 persen untuk kredit konsumsi.
Pertumbuhan kredit per November 2011 dibandingkan dengan November 2010 sebesar