Peraturan yang dituangkan dalam surat edaran BI tanggal 15 Maret 2012 itu berlaku bagi semua bank yang memiliki fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR). Disebutkan, rasio loan to value (LTV) bagi bank yang memberikan KPR maksimum 70 persen.
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution di Jakarta, Jumat (16/3), menjelaskan, pertumbuhan KPR tahun 2011 cukup besar, sekitar 33 persen. Pertumbuhan itu di atas rata-rata pertumbuhan kredit industri perbankan, yakni 24-25 persen.
Dengan pembatasan rasio pinjaman maksimum, dampaknya tidak akan terlalu besar, tetapi dapat memperlambat pertumbuhan kredit konsumsi.
”Angka-angkanya kami ada, berapa perlambatan kreditnya,” kata Darmin.
Rasio pinjaman atas nilai adalah rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit.
Ketentuan rasio ini berlaku untuk pemilikan rumah tinggal, rumah susun, atau apartemen, tetapi tidak termasuk untuk rumah kantor dan rumah toko.
Dalam surat edaran BI disebutkan, pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi berpotensi menimbulkan risiko terhadap bank.
Data BI, secara umum pertumbuhan KPR dan kredit pemilikan apartemen sejak 2011 selalu lebih tinggi dibandingkan dengan kredit lain. Pada April 2011, pertumbuhan KPR menyentuh 40 persen, sedangkan kredit umum tumbuh 24 persen.
Tren historis yang dihimpun BI, ada keterkaitan erat antara kenaikan jumlah kredit dan
Menanggapi terbitnya ketentuan BI tersebut, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia Setyo Maharso menilai, aturan itu tidak efektif. Rumah tinggal (tapak) dan apartemen dengan luas lebih dari 70 meter persegi umumnya dimiliki kalangan menengah ke atas yang membeli secara tunai bertahap.
Kalaupun menggunakan KPR, jumlahnya kecil. Sejumlah perbankan selama ini relatif ketat mengucurkan KPR, rata-rata 30-50 persen dari nilai rumah.
Pembatasan KPR yang mengacu pada tipe rumah juga tidak efektif. Alasannya, pada beberapa lokasi premium dengan harga tanah mahal, harga rumah tipe di bawah 70 meter persegi bisa mencapai miliaran rupiah dan dimiliki kalangan atas.
”Aturan BI untuk pembatasan KPR tidak efektif menyentuh sasaran,” ujar Setyo Maharso.
Menurut Setyo Maharso,
Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Muhamad Ali menyatakan, bagi bank, ketentuan BI meminimalisasi risiko kredit. ”Selama masa transisi, BRI akan menyesuaikan standar operasional dan prosedurnya,” kata Ali.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Tribuana Tunggadewi berpendapat, ketentuan BI itu jelas akan berdampak bagi konsumen KPR. Perihal dampak bagi bank, BNI akan melihat dulu setelah masa transisi berakhir, tiga bulan mendatang.