KOMPAS.com - Rencana pembatasan pemakaian bahan bakar minyak bersubsidi kembali digulirkan pemerintah. Sebagai tahap awal, pembatasan itu khusus bagi mobil dinas instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah di wilayah Jawa dan Bali. Penerapan bertahap mulai Mei nanti.
Kebijakan pembatasan ini semula akan diterapkan 1 April lalu, tetapi ditunda lantaran menuai protes dan ketidaksiapan infrastruktur. Pilihan kenaikan harga BBM bersubsidi juga mentah. Pemerintah boleh menaikkan harga BBM bersubsidi jika harga minyak Indonesia (ICP) dalam 6 bulan terakhir 15 persen di atas asumsi ICP 105 dollar AS per barrel dalam APBN Perubahan 2012. Penundaan kenaikan harga BBM itu mengakibatkan pembengkakan subsidi Rp 5 triliun per bulan.
Pembatasan BBM bersubsidi perlu karena jatah BBM bersubsidi dalam APBN-P 2012 sebesar 40 juta kiloliter diperkirakan akan habis pada Oktober 2012 jika tidak ada upaya pengendalian konsumsi. Diperkirakan, realisasi konsumsi BBM bersubsidi bisa mencapai 47 juta kiloliter seiring dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor.
Sebagai tahap awal, pemerintah memutuskan akan melarang pemakaian BBM bersubsidi untuk 10.000 mobil operasional instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mulai Mei nanti. Dilanjutkan di wilayah Jawa-Bali yang telah siap infrastruktur BBM nonsubsidi. Kemudian, akan diikuti pembatasan atas mobil pelat hitam dengan kapasitas mesin tertentu.
Namun, pembatasan BBM bersubsidi bagi mobil pemerintah dipertanyakan. Jika mobil dinas harus memakai BBM nonsubsidi, hal itu malah berdampak pada pembengkakan beban keuangan pemerintah pusat dan daerah. Jadi, keinginan untuk menghemat anggaran malah tidak tercapai. Rencana pembatasan itu juga dinilai sebagai akal-akalan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dan sulit dilakukan karena pengawasannya rumit.
Untuk itu, jika ingin target penghematan energi tercapai, implementasi pembatasan BBM bersubsidi harus dipersiapkan dengan baik dari sisi payung hukum, sasaran kebijakan, infrastruktur, sistem pengawasan, serta antisipasi terhadap potensi konflik di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU). Tanpa ada persiapan matang, rencana itu akan dimentahkan lagi.
Kesiapan infrastruktur pertamax, sosialisasi, dan pelatihan bagi para petugas SPBU harus dimatangkan. Dalam hal pengawasan, Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas harus mempersiapkan alat kendali yang efektif, baik secara manual maupun memakai teknologi. Pemilahan mobil berdasarkan kapasitas mesin yang boleh membeli BBM bersubsidi akan sulit jika hanya mengandalkan petugas SPBU tanpa ada personel khusus.
Persoalan lain yang harus diantisipasi adalah serbuan SPBU asing begitu kebijakan itu jalan. Jangan sampai Pertamina selaku perusahaan migas milik negara dan pengusaha migas nasional dirugikan. Ini pekerjaan rumah pemerintah jika tak ingin gagal lagi urusan BBM bersubsidi. (EVY RACHMAWATI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.