Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saroji dan "Ginseng" ala Indonesia

Kompas.com - 02/06/2012, 07:07 WIB

”Untuk menambah rasa, atas saran istri, ditambahkan bubuk kopi, teh, atau susu. Ternyata, konsumen semakin menyukainya,” ujar Saroji.

Sporadis ke wisatawan

Untuk pemasaran, awalnya Saroji hanya menjual serbuk purwaceng yang dikemas sederhana ini secara sporadis kepada wisatawan di Dieng. Saroji mengenang, dia bisa menawarkan serbuk purwaceng hingga malam hari. Mulai dari kompleks candi sampai mendatangi losmen dan penginapan para turis.

Minim pendidikan formal tak menyurutkan Saroji belajar pemasaran. Dia kemudian menempuh metode pemasaran berjaringan. Saroji menjalin kerja sama dengan sejumlah agen wisata dan pemerintah setempat. Alhasil, kios purwaceng Saroji di kompleks Candi Arjuna menjadi salah satu destinasi wajib wisatawan. Produknya pun diakui menjadi salah satu oleh-oleh khas Dieng.

Konsep ini terbukti ampuh menjaring konsumen. Seiring meningkatnya pesanan, Saroji mulai merekrut karyawan untuk produk purwaceng yang diberi label Tri Sakti. Tak hanya di bagian pengemasan dan pemasaran, Saroji juga memberdayakan sejumlah petani Dieng untuk menanam purwaceng. Hasilnya diserap industri rumahan milik Saroji.

Saroji kini dibantu 12 karyawan memproduksi purwaceng dalam berbagai kemasan. Akar purwaceng dalam botol dijual Rp 25.000 per botol. Untuk kemasan serbuk tersedia dalam kemasan sachet berbagai aroma serta botol. Untuk satu sachet dengan pilihan aroma teh, kopi, dan susu dijual dalam dos berisi 6 sachet Rp 25.000 per dos. Serbuk purwaceng murni tanpa rasa Rp 125.000 per botol.

Saroji mengolah 5 kilogram purwaceng per bulan yang menghasilkan 10.000 kemasan kecil siap seduh. Produksi dilakukan seminggu sekali. Produk dikirim ke Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Medan. Selain itu. produk Tri Sakti pun sudah melanglang buana hingga Jerman, Italia, dan Belanda.

”Kebanyakan pemesan luar negeri adalah wisatawan yang pernah ke Dieng dan merasakan khasiat purwaceng. Pesanannya bisa berdos-dos. Saya biasa menitipkan melalui agen-agen travel,” ujar Saroji yang omzet penjualannya kini sekitar Rp 75 juta per bulan.

Supaya lebih representatif, Saroji membangun toko sekaligus tempat kerja di tepi jalan utama di sekitar kompleks Candi Arjuna Dieng. Di tempat itu, wisatawan dimungkinkan menyaksikan proses peracikan purwaceng dari awal hingga selesai.

Keberhasilan semacam ini tak lantas menghentikan ide inovasi ayah empat anak ini. Saroji masih menyimpan asa menyempurnakan kualitas kemasannya supaya setara dengan kemasan kopi instan yang banyak di pasaran saat ini agar lebih marketable kendati dia sadar butuh modal yang tak kecil untuk membeli mesin pengemasan seperti itu.

Lewat tangan dingin Saroji, Purwaceng yang awalnya hanya dianggap tanaman liar itu pun naik kasta menjadi salah satu ikon wisata Dataran Tinggi Dieng. Dia yakin, suatu saat gengsi tanaman ini akan dikenal di mancanegara sebagai ”ginseng”-nya Indonesia. ”Gingseng” ala Indonesia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com