Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tetap Optimistis Tumbuh 6,5 Persen

Kompas.com - 14/06/2012, 04:49 WIB

Bratislava, Kompas - Pemerintah mengakui krisis Eropa mulai berdampak pada nilai tukar rupiah dan kinerja ekspor. Namun, pemerintah tetap mengacu pada asumsi pertumbuhan ekonomi 6,5 persen tahun 2012 dan 6,8-7,2 persen tahun 2013.

”Apakah akan ada dampak terburuk tahun 2013 itu tidak juga. Sangat tergantung dari penyelesaian krisis di zona euro. Saya tentu tetap optimistis,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Bratislava, Slowakia, Rabu (13/6), seperti dilaporkan wartawan Kompas Subur Tjahjono.

Hatta menjelaskan, penyelesaian krisis Eropa sangat tergantung dari kebijakan politik pemerintah setiap negara. Hatta memberi contoh Slowakia yang telah dinilai oleh Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai negara yang sukses pulih dari krisis di zona euro.

Pada 2011, pertumbuhan ekonomi Slowakia 3,9 persen. Pada triwulan I-2012, Slowakia bisa menjaga pertumbuhan ekonomi positif 1,9 persen.

Hatta melanjutkan, kebijakan Pemerintah Indonesia tetap menjaga defisit anggaran di bawah 3 persen terhadap PDB dan menurunkan rasio utang terhadap PDB di bawah 25 persen sekarang ini.

Selain itu, pemerintah bersama Bank Indonesia juga menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi tetap rendah.

”Dengan inflasi rendah, daya beli masyarakat tetap terjaga sehingga konsumsi domestik terjaga sebagai penopang pertumbuhan ekonomi,” kata Hatta.

Menteri Perindustrian MS Hidayat sebelumnya mengatakan, ”Fluktuasi pelemahan rupiah terhadap dollar AS belum tajam. Namun, harus diakui, pelemahan rupiah memang mengkhawatirkan bagi kalangan pengusaha.”

Menurut Hidayat, apabila nilai tukar masih berada di level Rp 9.350 per dollar AS, hal ini masih dapat diterima pengusaha. Kestabilan di tingkat harga Rp 9.350 masih bisa digunakan untuk mengerem impor dan meningkatkan keuntungan dari ekspor.

Hidayat menegaskan, bagi pengusaha, kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sangat diperlukan. Tidak fluktuatif atau anjlok terlalu dalam.

Sesuai dengan data BI kemarin, kurs jual rupiah Rp 9.502 per dollar AS, sementara kurs beli Rp 9.408 per dollar AS.

Krisis global yang melanda Eropa dan Amerika Serikat berdampak pada memburuknya kinerja ekspor Indonesia. Badan Pusat Statistik melaporkan, nilai ekspor April 2012 sebesar 15,98 miliar dollar AS, turun 7,36 persen dari nilai ekspor Maret 2012. Pada April 2012, untuk pertama kali Indonesia mencatat defisit perdagangan 640 juta dollar AS. Total ekspor Januari-April 2012 mencapai 64,50 miliar dollar AS, naik 4,13 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2011.

Merosotnya ekspor kian meresahkan karena bersamaan dengan melonjaknya angka impor. Angka impor April tahun ini sebesar 16,62 miliar dollar AS atau naik 11,65 persen dibandingkan April 2011. Total impor Januari-April sebesar 62,37 miliar dollar AS atau naik 16,18 persen.

Selama empat bulan pertama tahun ini, pertumbuhan impor jauh melampaui pertumbuhan ekspor. Akibatnya, surplus perdagangan Januari-April hanya 2 miliar dollar AS. Ini surplus terendah. Biasanya surplus perdagangan 7 miliar dollar AS-8 miliar dollar AS dalam empat bulan.

Empat strategi

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menjelaskan, penurunan ekspor akibat perlambatan permintaan global disikapi dengan empat strategi. Langkah ini setidaknya untuk mempertahankan kinerja ekspor sama dengan tahun lalu.

Bayu menjelaskan, keempat strategi tersebut akan dijalankan secara konsisten. Pertama, mengintensifkan promosi dan diplomasi perdagangan. Caranya, memaksimalkan pendekatan kebutuhan komoditas negara tujuan. ”Harus jeli apa saja yang dibutuhkan,” ujarnya.

Kedua, mengubah pendekatan ekspor dari volume ke nilai tambah. Selama ini Indonesia jorjoran mengekspor bahan mentah. Begitu permintaan turun, imbasnya langsung terasa. Kini, pendekatan lebih pada nilai tambah. Dengan nilai tambah maksimal, penurunan volume ekspor bisa terkompensasi. Dua terobosan penting yang sudah ditempuh adalah pelarangan ekspor rotan mentah dan tambang mentah.

Ketiga, fokus pada pasar-pasar nontradisional yang selama ini tidak menjadi prioritas. Beberapa negara di kawasan Afrika dan Amerika Latin telah dijajaki.

”Misi dagang yang sudah kami lakukan memang tidak bisa langsung menghasilkan. Butuh 12-18 bulan untuk mengukur imbas dari misi dagang yang telah dilakukan,” kata Bayu.

Keempat, penguatan pasar domestik untuk mengantisipasi pengalihan pasar dari negara lain. Perlambatan permintaan membuat negara-negara produsen berusaha untuk membuang hasil produksinya.

Indonesia menjadi sasaran empuk karena jumlah penduduknya 235 juta jiwa dan pertumbuhan kelas menengah cukup tinggi. Caranya dengan menerapkan sejumlah standar bagi setiap produk impor. Akibatnya, impor bisa direm dan konsumsi domestik diisi dengan produk lokal. (idr/eny/BEN/OSA/CHE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com